REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara disebut aktif melakukan pembagian kuota untuk perusahaan penyedia bantuan sosial sembako Covid-19 di Kementerian Sosial. Hal itu terungkap dalam pembacaan nota tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (28/7).
"Pada bansos tahap III-VI, terdakwa membagi alokasi jumlah kuota paket untuk para penyedia bansos sembako menjadi beberapa kelompok atau klaster, yaitu terdakwa memberikan kepada Adi Wahyono catatan berisi skema pembagian jumlah kuota paket sebesar 1,9 juta paket yaitu wilayah DKI Jakarta terdiri atas kelompok A (500 ribu paket), B (500 ribu paket), C (300 ribu paket), wilayah Bodetabek terdiri atas kelompok D (50 ribu paket), dan ALA (PT Anomali Lumbung Artha/550 ribu paket)," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Dian Hamisesa, Rabu.
Terdapat catatan tulisan tangan Juliari mengenai pembagian kelompok penyedia jumlah kuota bansos sembako dalam buku agenda milik Adi Wahyono sebagai skema pembagian jumlah kuota paket bansos sembako wilayah Jabodetabek. Jatah paket bansos dibagi ke dalam beberapa klaster serta jumlah kuota paketnya.
"Terdakwa membuat catatan tersebut pada saat menjelang tahap III bansos sembako, yaitu dalam pertemuan di ruang kerja terdakwa yang dihadiri terdakwa, Kukuh Ary Wibowo dan Adi Wahyono selanjutnya skema tersebut dijadikan pedoman Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso dalam proses penunjukan penyedia bansos sembako," ungkap jaksa.
Matheus Joko Santoso adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pengadaan Bansos Sembako Periode April-Oktober 2020, Adi Wahyono selaku Kabiro Umum Kemensos sekaligus PPKPengadaan BansosSembako Covid-19 Periode Oktober-Desember 2020. Sedangkan, Kukuh Ary Wibowo adalah Tim Teknis Bidang Komunikasi Juliari Batubara.
"Selain itu juga terungkap fakta d ipersidangan adanya peranan Kukuh Ary Wibowo sebagai kepanjangan tangan terdakwa dalam menyampaikan perintah terdakwa kepada Adi Wahyono dan Matheus Joko dalam proses penunjukan penyedia bansos sembako," tambah jaksa.
Misalnya pada Juli 2020, Adi Wahyono dan Matheus Joko menemui Juliari di kantor Juliari untuk memberikan laporan realisasi penerimaan dan penggunaan uang fee dari penyedia bansos sembako dalam putaran 1. Atas laporan tersebut, Juliari memerintahkan keduanya untuk memaksimalkan pengumpulan fee karena target pengumpulan fee dari Juliari tidak dapat dipenuhi oleh Adi Wahyono dan Matheus Joko.
"Terdakwa pun membagi jumlah alokasi kuota 1,9 juta paket bansos sembako menjadi beberapa klaster, yaitu kuota 1 juta paket untuk kelompok grup Herman Heri/Ivo Wongkaren, kuota 400 ribu paket untuk grup Ihsan Yunus/Iman Ikram/Yogasmara, kuota 300 ribu paket untuk kepentingan Bina Lingkungan, dan kuota 200 ribu paket untuk terdakwa," jelas jaksa.
Berdasarkan pembagian tersebut maka mulai tahap VII sampai dengan selesai, Adi Wahyono dan Matheus Joko menunjuk penyedia bansos sembako berdasarkan pembagian kelompok dan kuota dari Juliari. Adi dan Matheus pun hanya mengumpulkan fee sebesar Rp10 ribu per paket dari penyedia kelompok bina lingkungan yang dikelola oleh keduanya.
"Karena sejak awal sudah ditentukan perusahaan yang akan ditunjuk menjadi penyedia bansos sembako sebagaimana pembagian jumlah kuota paket bansos berdasarkan kelompok penyedia yang dibuat oleh terdakwa sehingga proses penunjukan penyedia bansos sembako yang dilakukan Adi Wahyono dan Matheus Joko hanyalah sekadar formalitas semata karena mayoritas penyedia yang ditunjuk sebagai penyedia bansos sembako sebenarnya tidak memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen yang dibuat oleh tim administrasi PPK bansos," ungkap jaksa.