REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Dedi Mulyadi menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (4/8). Dedi diperiksa sebagai saksi terkait kasus pengaturan proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Indramayu tahun 2019.
"Ada lah (pertanyaan) tiga kayaknya, cuma sebentar cuma berapa menit, enggak ada apa-apa ini," kata Dedi Mulyadi tanpa menjelaskan detail pertanyaan usai menjalani pemeriksaan di kantor KPK.
Dedi diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka Anggota DPRD Jawa Barat, Ade Barkah Surahman (ABS). Dia mengaku ditanya terkait dugaan penerimaan suap yang dilakukan Ade Barkah Surahman dan mantan anggota DPRD Jawa Barat, Siti Aisyah Tuti Handayani (SAT).
"Ditanya masalah Pak ABS dan Bu Siti Aisyah, karena kebetulan saya ketua DPD-nya dulu," katanya.
Meski demikian, Dedi enggan untuk mengungkapkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan penyidik KPK terhadapnya. Dalam kesempatan itu, politikus Partai Golkar inipun mengaku tidak memberikan dokumen apapun.
"Tanya ke penyidik saja, saya hanya seperlunya saja," katanya.
KPK memang telah menetapkan ABS dan Siti Aisyah Tuti Handayani sebagai tersangka pada April lalu. Mereka merupakan tersangka baru yang ditangkap setelah dilakukan pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) pada Oktober 2019 lalu di Indramayu.
Penetapan keduanya sebagai tersangka bermula saat Carsa sebagai pihak swasta meminta bantuan kepada Supendi, Omarsyah dan Wempi Triyoso. Bantuan terkait pengerjaan proyek peningkatan dan rehabilitasi jalan di Kabupaten Indramayu.
Adapun sumber dana proyek ini berasal dari Bantuan Keuangan Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2017-2019. Dalam rangka memperjuangkan proposal tersebut, ABS dan SA beberapa kali menghubungi BAPPEDA Provinsi Jawa Barat memastikan atas usulan-usulan pekerjaan jalan yang Carsa ajukan di Kabupaten Indramayu.
Atas persetujuan yang diberikan Carsa meminta daftar proposal pengajuan dana bantuan keuangan Provinsi Jawa Barat untuk kegiatan peningkatan jalan pada Dinas PUPR Kabupaten Indramayu. Selanjutnya, proposal ini diperjuangkan oleh ABS yang menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Jabar.
"Daftar tersebut dibawa Carsa ES kepada ARM yang akan diteruskan kepada ABS untuk dipilih jalan mana yang jadi prioritas untuk diperbaiki," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar, Kamis, 15 April 2021.
Carsa kemudian mendapatkan beberapa pekerjaan peningkatan dan rehabilitasi jalan dari anggaran TA 2017 hingga 2019 yang bersumber dari bantuan Provinsi Jabar dengan nilai sekitar Rp 160,9 miliar. Carsa sepakat akan memberikan fee sebesar 3-5 persen kepada ARM disesuaikan dengan keuntungan atas beberapa pekerjaan tersebut.
Atas jasanya kemudian Carsa juga diduga menyerahkan uang kepada ABS secara langsung dengan total sebesar Rp 750 juta. Selain itu, dia juga diduga memberikan uang secara tunai langsung kepada ARM maupun melalui perantara dengan total sekitar Rp 9,2 Miliar.
"Dari uang yang diterima ARM tersebut kemudian diduga diberikan kepada anggota DPRD Provinsi Jawa Barat lain di antaranya SAT dengan total sebesar Rp 1,050 miliar," katanya.
Akibat perbuatan keduanya, ABS dan SAT disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.