Kamis 05 Aug 2021 07:30 WIB

Peneliti Nilai Partai tidak Boleh Hanya Dikendalikan Elite

Partai harus lebih mengedepankan sistem yang melahirkan kader bermental demokratis.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Mas Alamil Huda
Atribut kampanye dan bendera partai politik (ilustrasi)
Foto: ANTARA/ROSA PANGGABEAN
Atribut kampanye dan bendera partai politik (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Firman Noor, mengatakan, partai harus lebih mengedepankan sistem yang nantinya melahirkan kader-kader bermental demokratis dan sederajat. Sehingga tidak memunculkan lagi partai yang hanya dikendalikan oleh tokoh atau elite tertentu.

"Kawah candradimuka-nya itu di partai, oleh karena itu partai harus menjadi sekolah yang baik untuk bisa mentransformasi orang yang kurang menghargai sistem, jadi orang yang lebih menghargai sistem," ujar Firman dalam sebuah diskusi daring, Rabu (4/8).

Ia berharap partai politik memiliki aturan-aturan yang diatur secara rinci. Agar partai tidak memiliki celah untuk dapat diintervensi oleh tokoh atau elite yang dianggap berpengaruh dalam internal partai.

Firman kemudian menjelaskan salah satu kajiannya terkait anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) partai di India. Dari kajian tersebut disimpulkan bahwa partai yang dikelola dengan baik adalah mereka yang memiliki AD/ART yang rigid atau detail.

"Bukan segalanya diserahkan kepada aturan tambahan, karena aturan tambahan itu kerap dilakukan oleh segelintir orang yang intervensi elitismenya itu bisa jadi kuat. Tapi kalau AD/ART dengan melibatkan banyak kalangan, itu menjadi AD/ART yang lebih demokratis, tidak multitafsir," ujar Firman.

Direktur Tata Negara Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Baroto mengatakan, saat ini ada 74 partai politik yang berbadan hukum terdata oleh pihaknya. Namun, 48 di antaranya sudah tidak aktif.

"Namun tidak semuanya aktif, ada 48 partai politik yang tidak aktif. Tidak aktif ini macam-macam yang kami temui, ada yang bahkan pengurusnya sudah pindah ke partai lain," ujar Baroto.

Dari 48 partai yang tidak aktif itu, bahkan beberapa di antaranya ada yang sudah tak lagi memiliki kantor sekretariat. Namun, partai-partai yang tidak aktif tersebut bukan berarti sudah dinyatakan bubar oleh Kemenkumham.

"Persoalannya bahwa dia sudah menjadi badan hukum, mekanisme untuk membubarkan partai politik ini harus melalui Mahkamah Konstitusi," ujar Baroto.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement