REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut bahwa sidang terdakwa Juliari Peter Batubara dapat membuka pintu akan keterlibatan pihak-pihak lain dalam perkara suap bantuan sosial (bansos) Covid-19. KPK mengatakan, sidang tersebut mengungkap sejumlah fakta terkait korupsi bansos Covid-19.
"Berbagai fakta yang muncul selama proses persidangan terdakwa Juliari P Batubara dan kawan-kawan benar bisa dijadikan sebagai salah satu pintu awal untuk membuka kembali adanya pihak-pihak yang diduga turut terlibat," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri di Jakarta, Kamis (5/8).
Dia mengungkapkan, KPK hingga saat ini masih terus melakukan pendalaman materi terkait perkara tersebut. Dia mengatakan, hal itu dilakukan dengan meminta keterangan berbagai pihak yang diduga mengetahui adanya dugaan peristiwa tindak pidana korupsi dimaksud.
Kendati, Ali meminta, masyarakat mengikuti proses persidangan hingga agenda pembacaan putusan. Dia berharap, jalannya sidang mantan menteri sosial itu dapat membuka serta menguatkan fakta-fakta yang ada agar dapat didalami lebih lanjut.
"Kami masih ikuti proses persidangan ini dan berharap dalam putusan Majelis Hakim juga akan mempertimbangkanya sehingga makin menguatkan fakta-fakta tersebut untuk dapat didalami lebih lanjut," katanya.
Nama yang kerap disebut dalam perkara dugaan korupsi itu adalah anggota DPR RI, Ihsan Yunus serta Agustri Yogasmara alias Yogas. Namun, hingga kini, keduanya masih berstatus sebagai saksi dalam perkara korupsi bansos Covid-19 tersebut.
Yogas diketahui merupakan operator Ihsan Yunus. Dalam rekonstruksi kasus yang telah dilakukan, menggambarkan adanya penyerahan uang Rp 1,53 miliar dari terdakwa Harry Sidabukke kepada Yogas di dalam sebuah mobil di Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat pada Juni 2020 lalu.
Seperti diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menggugat Juliari dengan hukuman 11 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan. Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu juga dibebankan pidana tambahan berupa uang pengganti Rp 14,5 miliar.
Jika tak bisa membayar, maka harta kekayaannya akan dilelang untuk membayarkan uang pengganti tersebut. Bila hasil lelang harta kekayaannya tak mencukupi maka dia bisa dijatuhi hukuman tambahan selama dua tahun.
Juliari juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokok. Dia disangkakan melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.