Senin 09 Aug 2021 14:26 WIB

Kuasa Hukum Bersikukuh tak Ada Aliran Uang ke Juliari

Kuasa Hukum Juliari mengatakan tidak ada uang suap yang disita dari kliennya.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ratna Puspita
Kubu Juliari Peter Batubara bersikukuh tidak pernah menerima aliran duit terkait pengadaan bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19 ini memang murni kasus suap. Kuasa Hukum Juliari, Maqdir Ismail, mengatakan tidak ada uang suap yang disita dari kliennya. (Foto: Maqdir Ismail)
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kubu Juliari Peter Batubara bersikukuh tidak pernah menerima aliran duit terkait pengadaan bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19 ini memang murni kasus suap. Kuasa Hukum Juliari, Maqdir Ismail, mengatakan tidak ada uang suap yang disita dari kliennya. (Foto: Maqdir Ismail)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kubu Juliari Peter Batubara bersikukuh tidak pernah menerima aliran duit terkait pengadaan bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19 ini memang murni kasus suap. Kuasa Hukum Juliari, Maqdir Ismail, mengatakan tidak ada uang suap yang disita dari kliennya.

Ia juga meyakini tidak ada harta milik eks menteri sosial itu yang dibeli dari uang suap yang disita. "Bahwa yang sudah pasti menerima uang itu adalah Matheus Joko Santoso (Eks Pejabat PPK Kemensos) seperti diterangkan Harry Van Sidabukke dan Adrian Maddanatja, misalnya  membeli rumah untuk istri mudanya di Cakung," kata Maqdir dalam keterangannya, Senin (9/8). 

Baca Juga

Maqdir menjelaskan, pernyataan di atas bukan berdasarkan asumsi. Sebab, uang senilai Rp 14,5 miliar disita dari rumah istri Matheus Joko Santoso yang berlokasi di Bandung, Jawa Barat. 

Dia juga menduga, uang itu di dapat dari rumah teman kencan Matheus Joko, Daning Saraswati di Jakarta. "Sebagaimana diterangkan oleh Saksi Sanjaya dan Saksi Wan M. Guntar dan Matheus Joko Santoso, dari jumlah uang yang disita tersebut berasal dari pengambilan uang dari rekening PT. Rajawali Prama Indonesia di BRI KC Kramat pada tanggal 3 Desember Rp 5.700.000.000 dan tanggal 4 Desember 2020 sebesar Rp 2.360.000.000," kata Maqdir.

Akan tetapi dalam surat tuntutan, Maqdir mengatakan, uang tersebut sebagai barang bukti untuk membenarkan fakta hukum. Uang itu diterima Matheus Joko Santoso dari sejumlah vendor.

Maqdir mengatakan, fakta hukum tersebut tidak pernah menyatakan adanya uang sebesar Rp 8.060.000.000 yang berasal dari pengambilan uang dari rekening PT. Rajawali Prama Indonesia di BRI KC Kramat pada tanggal 3 Desember  2020 dan tanggal 4 Desember 2020. "Dengan demikian menurut hemat kami sebenarnya tidak ada uang yang nilainya mencapai Rp 29.252.000.000,00  dari beberapa vendor," tegas Maqdir.

Maqdir menegaskan, adanya penerimaan uang sebesar Rp 29.252.000.000 adalah tidak benar. Dia menilai, hal ini hanya berdasarkan keterangan tunggal dari Matheus Joko Santoso.

"Diperlukannya fakta hukum bahwa ada  uang yang diterima oleh Matheus Joko  Santoso mencapai Rp 29.252.000.000 dari beberapa vendor ini, tentu maksudnya untuk membenarkan keterangan yang pernah dia sampaikan dihadapan penyidik bahwa ada uang sebesar  Rp 14.700.000.000 diserahkan oleh Adi Wahyono melalui Saksi Selvy Nurbaity, Kukuh Ary Wibowo, dan Eko Budi Santoso kepada Terdakwa Juliari P. Batubara," tegas Maqdir.

"Akan tetapi faktanya tidak ada uang yang diterima oleh Terdakwa Juliari P. Batubara sebesar Rp 14.700.000.000,00 yang diserahkan oleh Adi Wahyono melalui Saksi Selvy Nurbaity, Kukuh Ary Wibowo dan Eko Budi Santoso," tambahnya.

Juliari dituntut 11 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. JPU KPK juga meminta pencabutan hak politik Juliari dalam periode tertentu. 

"Menetapkan agar terdakwa membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp 14.557.450.000 selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap," ujar jaksa Ikhsan Fernandi. 

Menurut jaksa, Juliari terbukti menerima uang sebesar Rp 1,28 miliar dari Harry Van Sidabukke, sebesar Rp 1,95 miliar dari Ardian Iskandar Maddanatja serta uang sebesar Rp 29,252 miliar dari beberapa penyedia barang lain. Tujuan pemberian suap itu adalah karena Juliari menunjuk PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude yang diwakili Harry Van Sidabukke, PT Tigapilar Agro Utama yang diwakili Ardian Iskandar, serta beberapa penyedia barang lainnya menjadi penyedia dalam pengadaan bansos sembako.

Uang suap itu, menurut jaksa, diterima dari Matheus Joko Santoso yang saat itu menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako periode April-Oktober 2020 dan Adi Wahyono selaku Kabiro Umum Kemensos sekaligus PPK pengadaan bansos sembako Covid-19 periode Oktober-Desember 2020. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement