REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Sidang kasus dugaan suap dan gratifikasi yang mendudukkan Gubernur Sulsel nonaktif, Nurdin Abdullah menghadirkan salah seorang putranya, Fathul Fauzi Nurdin. Fathul dihadirkan di persidangan untuk didengarkan keterangannya terkait pembelian dua unit jetski dan mesin tempel kapal cepat (speedboat).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Asri Irwan di Makassar, Kamis (12/8), mengatakan lima orang saksi dihadirkan untuk didengarkan keterangannya. Kelima saksi yang dihadirkan Wakil Ketua DPRD Makassar Eric Horas, Koordinator Teller Bank Mandiri Cabang Panakkukang Asriadi, Irham Samad dan Nurhidayah serta Fathul Fauzi Nurdin.
Fathul Fauzi Nurdin menjawab pertanyaan JPU KPK terkait adanya pembelian dua unit jetski dan mesin tempel speedboat yang kemudian mendapatkan uang kembalian (cashback) sebesar Rp 119 kita dari CV Jetski Safari Makassar.
"Mengenai cashback itu, saya tidak tahu. Yang pasti cashback itu untuk dua unit jetski yang saya beli dan itu tidak ada kesepakatan apa-apa," ujarnya.
Uang kembalian dari PT Jetski Makassar ditransfer oleh Irham Samad yang menjabat sebagai direktur pada CV Reso Utama. Irham Samad pun yang hadir dalam persidangan membenarkan adanya transaksi jual beli dua unit jetski itu sebesar Rp 797 juta.
"Kalau pembeliannya itu di akhir tahun 2020 pak dengan cara transfer dua kali. Pembelian pertama itu Rp 349 juta dan kemudian pembelian berikutnya Rp 448 juta," kata Irham Samad.
Fathul mengungkapkan, pembelian dua unit jetski itu untuk digunakan sebagai kendaraan operasional saat akan berkunjung ke pulau-pulau di Kota Makassar termasuk dengan mesin speedboat itu. "Akhir tahun 2020 itu saya diminta oleh ayahku agar dicarikan dua unit jetski kemudian saya hubungi pak Irham Samad selanjutnya terjadilah transaksi jual beli itu," terangnya.
Ia mengaku jika uang sebesar Rp 119 juta dan uang lainnya senilai Rp 48 juta juga sudah disita oleh KPK sebagai barang bukti. Sebelumnya, Nurdin Abdullah didakwa telah menerima uang suap senilai 150 ribu dolar Singapura (sekitar Rp 1,596 miliar) dan Rp 2,5 miliar dari terdakwa Agung Sucipto.
Nurdin Abdullah selaku pejabat negara diduga menerima suap untuk memuluskan kontraktor Agung Sucipto dalam memenangkan proyek infrastruktur Jalan Palampang-Munte-Botolempangan poros Bulukumba-Sinjai, Sulawesi Selatan.