REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Tim Pembela Demokrasi, Bambang Widjojanto, menegaskan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 12 Agustus 2021, tidak mengubah fakta bahwa Partai Demokrat yang sah serta diakui oleh negara adalah yang dipimpin oleh Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Bambang menilai, ada pihak-pihak yang membuat keruh situasi, dengan menyimpulkan secara keliru dan membuat pernyataan yang menyesatkan atas Putusan PN Jakarta Pusat No. 236/ Pdt.G/2021/PN.JKT.PST tanggal 12 Agustus 2021.
"Tidak benar jika ada pihak-pihak yang secara insinuasi, keliru dan manipulatif menyatakan bahwa AHY, Ketum Partai Demokrat melakukan kebohongan publik; serta menyimpulkan sendiri secara sepihak," tegas pria yang akrab disapa BW itu dalam keterangan tertulis, Sabtu (14/8).
BW melanjutkan, Demokrat akan mensomasi para pihak yang membuat pernyataan yang sangat menyesatkan tersebut. Ia mengatakan, Demokrat akan mengambil langkah hukum atas pernyataan yang manipulatif dan menyesatkan tersebut.
BW menegaskan, putusan majelis hakim PN Jakpus tidak akan mempengaruhi gugatan perkara di PTUN. "Kedua perkara ini sama sekali tidak ada hubungannya. Mereka manipulatif," ujarnya.
BW yakin akan memenangkan gugatan perbuatan melawan hukum ini. Ia mengatakan, bukti-bukti yang diajukan oleh Partai Demokrat yang notabene secara notoir fact telah sangat meyakinkan. "fakta-fakta tersebut sulit dibantah bahwa Para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum," ucapnya.
Bambang Widjojanto juga menegaskan, tidak benar kalau Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak gugatan perbuatan melawan hukum PD terhadap 12 mantan kader yang sudah dipecat, karena Majelis Hakim belum masuk pada tahapan memeriksa pokok perkara dan bukti-bukti yang diajukan PD.
Terkait dengan Putusan Majelis Hakim dari PN Jakarta Pusat No. 236/ Pdt.G/2021/PN.JKT.PST tanggal 12 Agustus 2021 yang menyatakan tidak dapat menerima gugatan, Bambang menjelaskan bahwa ini terjadi dalam proses mediasi, setelah hakim mediator menganggap salah satu syarat mediasi tidak terpenuhi. Proses hukumnya sendiri belum masuk dalam pemeriksaan pokok perkara.
"Kami meyakini Pemohon Prinsipal telah secara patut hadir dalam proses mediasi mengikuti proses mediasi secara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf d Perma No. 1 Tahun 2016. Pasal ini menegaskan pihak Prinsipal bisa tidak hadir dengan alasan yang sah;antara lain karena '… menjalankan tuntutan profesi/pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan.'," jelasnya.
Bambang melanjutkan, secara faktual dan hukum dapat dibuktikan bahwa prinsipal gugatan yaitu Ketua Umum AHY telah menunjukkan itikad baiknya dengan mengirimkan surat kepada Hakim Mediator yang menjelaskan alasan hukum atas ketidakhadirannya dalam proses mediasi. Dalam surat itu, AHY menjelaskan sedang menjalankan tuntutan/profesi pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan, serta juga telah memberikan kuasa kepada Prinsipal Penggugat lainnya yaitu Sekjen Partai Demokrat.
"Sekjen Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya waktu itu hadir dalam proses mediasi untuk mewakili Ketum AHY dan mengambil keputusan atas nama partai dalam proses mediasi dimaksud. Surat Kuasa dan Proposal Mediasi telah diterima Hakim Mediasi dan para tergugat sehingga proses mediasi dilanjutkan dan para tergugat juga menjawab proposal mediasi dari Partai Demokrat tersebut. Ini menunjukkan bahwa proses mediasi sudah berjalan," jelasnya.