REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi III Kepala Staf Kepresiden (KSP) Panutan Sulendrakusuma mengatakan upaya ekstensifikasi pajak untuk meningkatkan penerimaan negara akan turut menyasar pada sektor-sektor industri digital. Panutan di Jakarta, Rabu (18/8), mengatakan di saat pandemi Covid-19 seperti saat ini tidak mudah untuk meningkatkan penerimaan perpajakan karena tingginya tekanan terhadap sektor-sektor ekonomi.
Namun, berbagai upaya, salah satunya ekstensifikasi penerimaan pajak akan tetap dilakukan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara dan juga mencapai kemandirian pembiayaan pembangunan."(Ekstensifikasi) terutama pada sektor-sektor yang belum menyumbang terhadap pembangunan, misalnya sektor digital," ujar Panutan, seraya menambahkan progresivitas dalam perhitungan pajak akan dilakukan agar kebijakan perpajakan mencerminkan rasa keadilan.
Khusus untuk 2022, Panutan memaparkan ada empat poin arah kebijakan perpajakan, yang di antaranya, perluasan basis perpajakan melalui perluasan objek dan ekstensifikasi wajib pajak berbasis kewilayahan. Selanjutnya, penguatan sistem perpajakan agar lebih sehat dan adil, yang disesuaikan dengan perkembangan struktur perekonomian dan karakter sektor usaha.
Ketiga, inovasi penggalian potensi perpajakan dengan tetap menjaga iklim investasi dan keberlanjutan usaha. Kemudian, pemberian insentif fiskal secara terarah dan terukur untuk kegiatan ekonomi strategis dengan efek pengganda ekonomi (multiplier) yang kuat.
Hingga April 2021, penerimaan negara dari pajak mencapai Rp228,1 triliun atau 18,6 persen dari target penerimaan pajak sebesar Rp1.229,6 triliun.Sementara pada buku Nota Keuangan Rancangan APBN (RAPBN) 2022, outlook penerimaan perpajakan pada 2021 diperkirakan mencapai Rp1.375,8 triliun.
Di RAPBN 2022, pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan, yang terdiri dari penerimaan pajak sebesar Rp1,262,9 triliun, atau tumbuh 10,5 persen dari outlook tahun 2021, dan penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp244 triliun, atau tumbuh 4,6 persen dari 2021. Pada Juni 2021, pemerintah bersama DPR juga sudah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
"Meski dibahas dalam suasana pandemi, pemerintah tidak mengalihkan adanya kebutuhan jangka menengah panjang untuk membangun sebuah tata perpajakan yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel," ujarnya.
KSP memastikan semangat pembentukan RUU KUP adalah reformasi perpajakan. RUU KUP juga menjadi respon pemerintah untuk menghadapi tantangan dalam pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19, kesinambungan fiskal, dan mewujudkan kemandirian bangsa.