REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hewan/binatang (hayawan, Arab) dengan segala macamnya adalah makhluk Allah yang bernyawa yang keberadaannya diperuntukkan bagi manusia, baik sebagai konsumsi, alat transportasi, komoditas, aksesori maupun konservasi.
Di antara hewan/binatang itu ada yang jinak, liar, buas, berbisa, berbahaya, bahkan ada yang menjadi hama/penyakit. Oleh karena itu, ada beberapa jenis hewan/ binatang yang boleh dibunuh, antara lain burung gagak, burung elang, kalajengking, tikus, dan anjing gila (HR al-Bukhari, Muslim, at-Turmudzi, dan an-Nasa'i).
Dari hadits ini para fuqaha memahami semua jenis binatang yang dapat diqiyaskan (dianalogikan/dianggap punya kemiripan) dengan binatang-binatang tersebut, yaitu berbahaya, merugikan, atau berbisa, maka hukumnya sama, boleh dibunuh (bukan harus dibunuh). Dan dari perspektif fiqih ath'imah (tentang makanan), semua binatang tersebut menurut fuqaha Syafi'iyah haram dimakan.
Ada juga beberapa jenis binatang yang dilarang membunuhnya, antara lain semut, lebah, burung hudhud, dan kodok (HR Ahmad dan Abu Dawud). Dari hadits ini para fuqaha juga memahami semua jenis binatang yang dapat diqiyaskan (dianalogikan/dianggap punya kemiripan) dengan binatang-binatang tersebut, maka hukumnya sama, tidak boleh dibunuh (bukan haram dibunuh). Dan dari perspektif fiqih ath'imah (tentang makanan) semua binatang tersebut menurut fuqaha Syafi'iyah juga haram dimakan.
Nah, mengenai hewan/binatang yang berpotensi menjadi hama, maka jelas termasuk kategori hewan/binatang yang merugikan, yang berarti bukan hanya boleh dibunuh, tetapi harus dibunuh demi kemaslahatan manusia. Hal ini didasarkan pada kaidah ushul fiqih: adh-Dhararu yuzalu (segala yang berbahaya atau merugikan itu harus dihilangkan).