REPUBLIKA.CO.ID, Mempelajari ilmu agama semisal ilmu tafsir, ilmu hadits, fiqih, tauhid, dan lain sebagainya harus didasari ikhlas semata-mata karena Allah. Tidak boleh bagi orang yang sedang mempelajari ilmu-ilmu tersebut meniatkan mempelajarinya untuk memperoleh kekayaan dunia.
Sebab bila mempelajari ilmu agama dengan dilandasi niat agar meraih kejayaan dunia maka ia tidak akan memperoleh kenikmatan akhirat yakni surga Allah.
Sebagaimana dalam kitab at Targib wat Tarhib menuliskan sebuah hadits Nabi Muhammad ﷺ yang diriwayatkan Abu Dawud dan Ibnu Majah:
وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًامِمَّايُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ تَعَالَى يَتَعَلَّمَهُ اِلَّا لِيُصِيْبَ بِهِ عَرَضًامِنَ الدُّنْيَالَمْ يَجِدْعَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَعْنِىْ رِيْحَهَا.
Nabi Muhammad ﷺ bersabda: Barangsiapa belajar suatu ilmu untuk mencari ridho Allah (ternyata) tidak mempelajari ilmu itu kecuali supaya bisa mendapatkan harta benda maka orang itu tidak akan mendapatkan bau surga di hari kiamat.
Menjadi wajar bila seseorang yang mencari ilmu dunia semisal ilmu bisnis, akutansi dan lainnya dengan meniatkan agar dapat meraih kekayaan dunia. Tetapi merupakan sebuah kekeliruan ketika seseorang mempelajari ilmu-ilmu agama didasari untuk mencari kekayaan, pangkat dan jabatan dan lainnya
Oleh karena itu sebelum menuntut ilmu terlebih dulu pencari ilmu harus meluruskan niatnya. Agar usahanya mencari ilmu tidak sia-sia. Maka yang pertama adalah niat karena Allah menjalankan perintahnya. Selanjutnya berniat membuang kebodohan menggantinya dengan kepahaman agar selamat dunia akhirat, menghidupkan agama dan meneruskan perjuangan Rasulullah, mengamalkan ilmu dan mengajak Muslim yang lainnya agar sama-sama memahami dan mengamalkan ilmu itu.