REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mendukung langkah Polri yang tidak menggunakan pendekatan keadilan restoratif terhadap kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Muhammad Kece. Dia mengapresiasi, langkah Polri karena langsung tanggap memroses laporan dari banyak pihak terkait dugaan ujaran kebencian terhadap agama yang dilakukan Muhammad Kece.
"Memang harus cepat, karena aksinya ini sudah sangat meresahkan dan bahkan bisa mengganggu stabilitas keamanan," kata Sahroni dalam keterangannya, Selasa (31/8).
Sahroni mengatakan, kasus tersebut merupakan tantangan bagi Polri untuk mampu menerapkan keadilan restoratif, namun tetap memberi efek jera. Dia menjelaskan, saat ini, publik tinggal menunggu langkah polisi dalam menerapkan prinsip keadilan restoratif yang tidak hanya memberi efek jera, maupun juga humanis.
"Justru ini menjadi tantangan yang positif bagi Polri sendiri agar tetap bisa menerapkannya dengan baik, yaitu bagaimana sekarang Polri menerapkan keadilan restoratif yang tidak hanya memberi efek jera, namun juga humanis dan bisa mengubah tersangka menjadi manusia yang lebih baik," ujarnya.
Dia juga meminta, kepolisian untuk melanjutkan perkara dengan tidak hanya memberikan efek hukum yang jera saja. Namun, mampu membantu meluruskan pemikiran tersangka terkait kehidupan bernegara dan beragama di Indonesia.
Langkah itu, menurut dia, agar pelaku memahami bagaimana kehidupan saling menghormati dalam beragama dan bernegara, tidak boleh dibiarkan ada orang yang menghina kelompok lain apapun alasannya.
Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Rusdi Hartono menyatakan, dalam perkara Muhammad Kace, Polri tidak akan memberlakukan pendekatan "restorative justice" melainkan akan menempuh jalur hukum. Menurut dia, Polri akan menindak tegas perkara-perkara yang berkaitan dengan gangguan terhadap kebhinekaan.
Muhammad Kece telah ditetapkan sebagai tersangka dan dikenakan Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45a ayat (2) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Selain itu, juga dikenakan Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama.