REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mewaspadai potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada siklus puncak musim kemarau yang berlangsung pada bulan Juli-Oktober 2021.
Kasubdit Penanggulangan Karhutla KLHK Radian Bagiyono mengatakan prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) tentang puncak kemarau yang berlangsung Agustus-September telah menjadi peringatan penting untuk implementasi pencegahan karhutla.
"Sampai saat ini 83 persen wilayah Indonesia alami puncak kemarau, ini menjadi kewaspadaan," ujar Radian dalam rapat koordinasi Tim Intelijen Penanggulangan Bencana: Antisipasi Bencana Hidrometeorologi secara daring dipantau dari Jakarta, Kamis (2/9).
Radian mengatakan berdasarkan data berbasis titik panas (hot spot) prakiraan Agustus-Oktober, potensi karhutla berpeluang di Sumatera bagian tengah dan sebagian Nusa Tenggara Barat(NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT)Kemudian pada bulan September-Oktober, karhutla berpeluang di sebagian NTB dan NTT.
Disamping itu, enam provinsi yakni Riau, Kalimantan Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan telah menetapkan status siaga karhutla di tahun 2021 guna pencegahan bencana tersebut.
"Kami juga berterima kasih kepada BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) untuk operasi udara di provinsi berstatus siaga," ujar dia.
Terkait pencegahan dan penanganan karhutla, Radian menjelaskan KLHK telah bekerja sama dengan sejumlah lembaga pemerintahan membuat lahan gambut tetap basah dengan teknologi modifikasi cuaca. Selain itu, membentuk klaster operasional dengan meningkatkan koordinasi sumber daya logistik di Satuan Tugas daerah.
Kemudian pembentukan masyarakat peduli api dan Desa Tangguh Bencana di wilayah rawan karhutla.Radian menyebut penanganan karhutla juga melibatkan kerja sama dengan Polri dan TNI untuk melakukan patroli karhutla secara terpadu di wilayah rawan. Sementara itu Radian mengatakan KLHK juga mengembangkan sistem deteksi dini dengan sumber data BMKG dan Lapan, serta indeks kualitas udara dan data tematik lainnya.
Kemudian melibatkan partisipasi masyarakat agar berkesadaran hukum dengan membentuk Masyarakat Peduli Api Paralegal, guna membantu sosialisasi karhutla khususnya dari aspek hukum dan pengembangan ekonomi."Jangan sampai terlena meski sekarang kemarau basah, karena kurang kewaspadaan," ujar dia.