Jumat 03 Sep 2021 15:08 WIB

DJP Kaji Kembali Subjek dan Objek Bebas PPN

DJP kemungkinan berikan bebas PPN kepada kontraktor EPC, LNG dan pembangkit listrik

Seorang wajib pajak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Wajib Pajak Besar di Jakarta. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengatur kembali subjek dan objek penerima fasilitas dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) atas impor atau perolehan barang kena pajak (BKP) tertentu yang bersifat strategis.
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Seorang wajib pajak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Wajib Pajak Besar di Jakarta. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengatur kembali subjek dan objek penerima fasilitas dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) atas impor atau perolehan barang kena pajak (BKP) tertentu yang bersifat strategis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengatur kembali subjek dan objek penerima fasilitas dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) atas impor atau perolehan barang kena pajak (BKP) tertentu yang bersifat strategis.

"Ketentuan ini merupakan pelaksanaan dari Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 yang berlaku sejak 1 September 2021," ungkap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor dalam keterangan resmi seperti dikutip Jumat (3/9).

Neilmaldrin menjelaskan pengaturan kembali subjek dan objek penerima fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN di antaranya, yakni menambahkan subjek penerima fasilitas yaitu Kontraktor Engineering, Procurement and Construction (EPC) yang melakukan pekerjaan konstruksi terintegrasi.

Kontraktor EPC mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN atas impor atau penyerahan mesin dan peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, namun tidak termasuk suku cadang yang digunakan secara langsung oleh pengusaha kena pajak (PKP) dalam proses menghasilkan BKP.

Kemudian, dia melanjutkan, pengaturan kembali tersebut juga berbentuk penambahan liquefied natural gas sebagai objek yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN dan memperluas definisi mesin dan peralatan pabrik termasuk unit pembangkit listrik yang merupakan bagian terintegrasi dari industri pengolahan yang memiliki izin usaha penyediaan listrik.

"Begitu pula dengan menambahkan ketentuan bahwa biaya penyambungan listrik dan biaya beban listrik, termasuk dalam pengertian listrik yang dibebaskan dari pengenaan PPN," ucapnya.

Selain mengatur kembali subjek dan objek yang mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN, menurutnya, ketentuan baru tersebut juga mengatur tata cara pemberian fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN serta pembayaran PPN BKP strategis tertentu, yang ditujukan untuk memberikan kemudahan dalam berusaha dan memberikan kepastian hukum.

Secara rinci, pemberian fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN yang diatur dalam ketentuan ini di antaranya, yaitu tata cara pemberian fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN atas impor atau penyerahan mesin dan peralatan pabrik menggunakan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPN, sehingga PKP akan mengajukan SKB PPN kepada DJP melalui Sistem Indonesia National Single Window (SINSW).

Lalu, Neilmaldrin menuturkan terdapat perubahan mekanisme penerbitan SKB PPN yang semula manual menjadi otomatis, simplifikasi, dan terintegrasi dengan sistem informasi pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Investasi/ Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), serta Lembaga National Single Window.

Selanjutnya, mengatur tata cara pemberian fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN atas penyerahan Rumah Susun Sederhana Milik, dengan mengintegrasikannya melalui sistem aplikasi pengembang pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

"Serta tata cara pembayaran PPN BKP tertentu bersifat strategis yang telah dibebaskan dari pengenaan PPN, yang digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement