REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Para ahli telah banyak mengungkapkan tentang hikmah Haji dalam berbagai tinjauan. Ichsanuddin Kusumadi mengatakan, dari sekian banyak hikmah yang dirumuskan oleh para ahli tersebut, jika ditarik garis besarnya maka dapat disimpulkan kepada dua macam hikmah.
"Yaitu hikmah yang yang berkaitan dengan keagamaan dan hikmah yang berkaitan dengan sosial kemasyarakatan," kata Ichsanuddin Kusumadi dalam bukunya Memahami Haji dan Umrah.
Adapun hikmah haji yang berkaitan dengan keagamaan adalah:
Pertama menghapus dosa-dosa kecil dan menyucikan jiwa orang yang melakukannya, sebagaimana diterangkan oleh Rasulullah SAW dalam hadits: "Dari Abu Hurairah sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: "Siapa yang melakukan haji, tidak melakukan rafats dan tidak berbuat fasik ia kembali sebagaimana pada ketika ia dilahirkan oleh ibunya."(HR Bukhari Muslim).
Kedua, mendorong seseorang untuk menegaskan kembali pengakuannya atas keesaan Allah SWT, serta penolakan terhadap segala bentuk kemusyrikan, baik berupa patung-patung, bintang, bulan, matahari serta juga segala sesuatu selain Allah. Hal ini karena Haji merupakan kilas balik atau kembali napak tilas peristiwa penemuan keesaan Allah oleh Nabi Ibrahim AS.
Ketiga, mendorong seseorang memperkuat keyakinan tentang adanya neraca keadilan Allah dalam kehidupan dunia ini. Dan puncak dari keadilan itu akan diperoleh pada hari kebangkitan kelak.
Keempat, mengantar seseorang menjadi hamba yang selalu mensyukuri nikmat nikmat Allah baik berupa harta dan kesehatan, dan menanamkan semangat Ibadah dalam jiwanya. Rahman Ritonga menuangkan pendapat dari kitab Al Badai karya Al-Kasani bahwa ibadah haji merupakan aplikasi dari sifat kehambaan dan ke syukuran atas nikmat Allah SWT.
Karena dalam pelaksanaan haji seseorang menundukkan diri dan bahkan menghinakan diri dihadapan Allah SWT yang disembah. Semua kesombongan keangkuhan, kekayaan, kekuatan, kekuasaan dan sebagainya hilang seperti halnya seseorang hamba sahaya di hadapan tuannya.