REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi), Ahmad Satori Ismail mengatakan lebih banyak dai-dai di kota besar yang terdampak Covid-19 dibandingkan di daerah.
"Ini karena kota-kota besar banyak zona merah sejak pandemi Covid-19 terjadi dibandingkna di daerah,"ujar dia kepada Republika.co.id, Jumat (17/9).
Dua dai senior Ikadi meninggal dunia akibat Covid-19 yakni Ketua Dewan Syura dan Ketua Dewan Pakar. Sedangkan yang lainnya pernah terpapar tetapi dapat disembuhkan.
Dai Ikadi di pusat banyak yang terpapar karena memang usia mereka lebih dari 50 tahun dan termasuk kelompok rentan. Namun hingga saat ini Kyai Satori belum mendapatkan laporan secara rinci mengenai dai yang terdampak Covid-19 baik karena sakit maupun terdampak ekonomi.
Selama pandemi Covid-19 memang Ikadi tidak memiliki program khusus untuk membantu dai yang terdampak Covid-19.
Namun jika mereka mendengar kabar rekan dai yang terpapar secara sukarela mereka membantu mengirimkan bantuan baik obat-obatan maupun makanan dan kebutuhan lain.
Meski pandemi ini memiliki dampak negatif yang cukup besar, tidak memungkiri rasa saling menolong diantara sesama justru semakin meningkat. Jika mendengar ada dai yang terpapar, rekannya segera berinisiatif untuk membantu meski jauh di luar kota.
Demikian juga tetangga dekat mereka, biasanya di kompleks perumahan itu sikap individualis cukup besar, dengan pandemi ini rasa sosial mereka tergerak untuk peduli tetangga. Ketika istri dan anak Kiai Satori sempat terpapar virus ini, rekan dan lembaga sosial dengan sigap membantu termasuk ACT.
Sehingga mereka dapat segera mendapatkan penanganan dan pulih dengan cepat. Namun demikian, tentu masih banyak dai yang membutuhkan bantuan, apalagi jika mereka terpapar dan aktifitas mereka terhenri karena isolasi.
"Kami berharap jika ada bantuan lebih dahulu adanya bantuan primer seperti bahan makanan dan obat-obatan sedangkan bantuan sekunder maupun tersier dapat ditunda seperti pulsa atau sambungan internet," ujar dia.
Selain itu dai yang terdampak lebih banyak di kota besar sehingga prioritas bantuan sebaiknya diberikan kepada dai di kota besar. Karena terkadang ada beberapa dai yang tidak memiliki pemasukan lain dan hanya mengandalkan infak, tetapi terhenti karena pembatasan taklim.
Tentu mereka akan kesulitan dalam menjalani hidup. Meski dalam dakwah sebenarnya berdakwah tidak mengharapkan imbalan.
Karena dalam firman Allah SWT surat Yasin ayat 21 disebutkan:
اتَّبِعُوْا مَنْ لَّا يَسْـَٔلُكُمْ اَجْرًا وَّهُمْ مُّهْتَدُوْنَ “ Ikutilah orang yang tidak meminta imbalan kepadamu, dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” Sehingga akan memudahkan dai dalam berdakwah kepada jamaah.
Biasanya mereka yang memiliki pondok pesantren akan memiliki usaha selain berdakwah. Sehingga mereka yang berdakwah di pesantren tidak terlalu berdampak karena ada lahan yang bisa diolah.
Sedangkan dai di daerah tidak terlalu terganggu. Karena sejak pembatasan PPKM, mereka sudah tidak lagi bepergian dan Covid-19 tidak lagi menyebar, banyak taklim yang masih dibuka tatap muka dan tetap dengan prokes.
Namun bagi dai di kota besar kini harus memaksimalkan teknologi internet. Sehingga dakwah masih tetap berjalan meski dengan daring.
Kiai Satori tetap mengingatkan bagi dai yang berdakwah secara daring untuk menyaring informasi yang diterima. Sehingga dapat terhindar dari hoaks dan informasi tidak baik. Begitu juga dai yang masih mengandalkan dakwah sebagai pekerjaan, sebisa mungkin untuk mencari usaha lain yang sesuai dengan keahliannya, sehingga dapat mengganti pemasukan utama melalui usaha tersebut.