Senin 20 Sep 2021 08:09 WIB

Wali Kota Kabul Minta Pekerja Perempuan Tinggal di Rumah

Mereka diminta untuk tinggal di rumah, sampai kondisi aman.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Teguh Firmansyah
Jurnalis wanita Afghanistan bekerja di stasiun TV Asr News di Herat, Afghanistan, 16 September 2020. Hampir 19 tahun setelah jatuhnya rezim Taliban dan invasi Amerika Serikat, pemerintah Afghanistan dan pemberontak pada 12 September, memulai negosiasi damai di Doha. Berbeda dengan tim Taliban, kelompok negosiasi beranggotakan 21 orang yang dikirim oleh Kabul termasuk empat wanita, yang - antara lain - akan berupaya untuk menjaga kemajuan hak-hak wanita sejak jatuhnya rezim Taliban yang telah mencegah anak perempuan pergi ke sekolah dan dikurung. wanita ke rumah mereka.
Foto: EPA-EFE/JALIL REZAYEE
Jurnalis wanita Afghanistan bekerja di stasiun TV Asr News di Herat, Afghanistan, 16 September 2020. Hampir 19 tahun setelah jatuhnya rezim Taliban dan invasi Amerika Serikat, pemerintah Afghanistan dan pemberontak pada 12 September, memulai negosiasi damai di Doha. Berbeda dengan tim Taliban, kelompok negosiasi beranggotakan 21 orang yang dikirim oleh Kabul termasuk empat wanita, yang - antara lain - akan berupaya untuk menjaga kemajuan hak-hak wanita sejak jatuhnya rezim Taliban yang telah mencegah anak perempuan pergi ke sekolah dan dikurung. wanita ke rumah mereka.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Wali Kota Kabul Hamdullah Noman meminta kepada seluruh karyawan perempuan agar tinggal di rumah. Perempuan dapat bekerja jika pekerjaan yang mereka lakukan tidak dapat dikerjakan oleh pekerja laki-laki.

Noman mengatakan, pemerintahan Taliban perlu merumahkan pekerja perempuan untuk sementara waktu hingga situasi aman. Menurut Noman, sekitar sepertiga dari 3.000 karyawan di Kabul adalah perempuan.

Baca Juga

Noman mengatakan, beberapa karyawan perempuan akan terus bekerja. Misalnya, perempuan yang bekerja sebagai petugas kebersihan toilet perempuan.

"Tapi untuk posisi yang bisa diisi (laki-laki) kami telah menyuruh mereka (perempuan) untuk tinggal di rumah sampai situasinya normal. Gaji mereka akan tetap dibayarkan," ujar Noman, dilansir BBC, Senin (20/9).

Sejak Taliban mengambil alih kekuasaan, para pekerja perempuan diperintahkan untuk tinggal di rumah sampai situasi keamanan membaik. Ini adalah pembatasan terbaru yang diterapkan oleh Taliban kepada pada pekerja perempuan.

Sebelumnya ketika Taliban berkuasa pada 1990-an, perempuan dilarang mengenyam pendidikan dan bekerja. Setelah merebut Afghanistan pada Agustus lalu, Taliban berjanji akan menghormati hak-hak perempuan dalam kerangka hukum Islam.

Puluhan aktivis perempuan melakukan aksi protes di luar Kementerian Perempuan Afghanistan pada Ahad (19/9). Mereka melakukan aksi protes setelah pemerintahan Taliban menutup kementerian tersebut dan menggantinya dengan Kementerian Promosi Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan.

Staf wanita mengatakan, mereka telah mencoba untuk kembali bekerja di kementerian selama beberapa minggu sejak Taliban berkuasa. Namun mereka diminta untuk kembali ke rumah. “Kementerian Perempuan harus diaktifkan kembali. Penghapusan (kementerian) perempuan berarti penghapusan manusia," ujar salah satu pengunjuk rasa Baseera Tawana.

Protes itu terjadi sehari setelah beberapa anak perempuan kembali ke sekolah dasar dengan kelas yang dipisahkan berdasarkan gender. Tetapi Taliban telah mengecualikan anak perempuan dari sekolah menengah Afghanistan. Sementara anak laki-laki dan guru laki-laki sekolah menengah diizinkan kembali ke ruang kelas.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement