Senin 20 Sep 2021 08:13 WIB

Dampak Fatal Akibat Salah Tafsir Alquran dan Hadits  

Penafsiran keliru terhadap Alquran dan hadits bisa picu radikalisme

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nashih Nashrullah
Penafsiran keliru terhadap Alquran dan hadits bisa picu radikalisme. Alquran (ilustrasi)
Foto:

Jika ditilik dari sudut pandang internal, tumbuh dan berkembangnya kelompok Islam radikal yang merupakan hasil dari gejala politisasi ayat dan hadits atau agama secara umum ini berjalan seiringan dengan dinamika yang terjadi di internal umat Islam. Hal ini terjadi akibat berbagai persinggungan internal umat Islam baik secara politik, ekonomi, maupun paham keagamaan.

Karenanya, meski tumpukan legitimasi agama terus digaungkan untuk pembenaran radikalisme, muatan politik, ekonomi, dan sosial budaya tetap terasa kuat ikut menyesaki pendulum paham kekerasan ini. Di sisi lain, gelombang politisasi terhadap ayat dan hadits telah dicermati oleh para sarjana sebagai bagian dari fenomena global yang baru.

Mereka mendeskripsikan dan menganalisis gelombang baru itu sebagai fundamentalisme agama yang merupakan tandingan dari modernisme dan sekularisme. Mohammed Arkoun melihat bahwa radikalisme Islam sebagai dua tarikan bersebrangan, yakni masalah ideologisasi dan politis, dan Islam selalu akan berada di tengahnya.

Sayangnya, radikalisme secara serampangan dipahami sebagai bagian substansi ajaran Islam. Sementara fenomena politik dan ideologi terabaikan. Sedangkan memahami Islam merupakan aktivitas kesadaran yang meliputi konteks sejarah, sosial, dan politik. Dalam sejarahnya, radikalisme justru lahir dari persilangan sosial dan politik.

KH Ali Mustafa Yakub yang pernyataannya dikutip di dalam buku Meluruskan Pemahaman Kaum Jihadits menjelaskan, memahami Islam haruslah dilakukan secara komprehensif. Sebab ada beberapa ayat Alquran dan hadits yang berbicara mengenai peperangan, dan pada saat bersamaan ada pula ayat dan hadits yang menganjurkan perdamaian.

Oleh sebab itu hadits-hadits jihad yang identik dengan peperangan seharusnya dipahami berdasarkan konteksnya. Kebanyakan hadits peperangan justru lahir dalam situasi konflik antara Muslim dan non-Muslim. 

 

Untuk itu, kata KH Ali, untuk memahami hadits mengenai peperangan dan perdamaian maka keduanya mesti diterapkan berdasarkan konteksnya; ayat tentang perang diterapkan saat perang dan ayat tentang damai diterapkan pada saat damai, bukan sebaliknya.    

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement