REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menemukan modus pencucian aset bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dialihkan ke perumahan. Adapun salah praktik pengalihan ini terjadi pada aset yang terletak di kawasan Jakarta Timur.
Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban mengatakan aset BLBI yang dipindahkan menjadi perumahan tertuang di dalam dokumen tidak tagih negara. Di dalam dokumen yang beredar tersebut, aset yang dimaksud memiliki luas 64.551 meter persegi senilai Rp 82,23 miliar.
“Kasus-kasus seperti itu kita akan melihat, bagaimana jaminan tersebut beralih, dalam hal ada indikasi tindak pidana karena peralihan tersebut," ujarnya saat konferensi pers secara virtual, Rabu (22/9).
Menurutnya pemerintah telah mengancam akan menjerat hukuman pidana kepada obligor BLBI yang mengalihkan asetnya. Satgas BLBI telah menggandeng Bareskrim Mabes Polri untuk menindaklanjuti obligor yang mempraktikkan modus tersebut.
Ancaman tersebut juga disampaikan Menko Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD. Menurutnya, praktik pengalihan aset itu bisa masuk ke ranah pidana, bukan lagi perdata sebagaimana yang saat ini tengah berjalan.
"Karena ini hak tagih piutang negara penyelesaiannya perdata. Tetapi dalam hal terjadi tindak pidana seperti itu sudah jelas diserahkan ke negara dijual lagi, dibangun lagi, tanpa izin itu bisa menjadi pidana," ungkapnya.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan pun telah melakukan pengecekan ke lokasi dan berkoordinasi dengan pengurus kelurahan setempat. DJKN juga telah mengirimkan surat ke Kantor Pertanahan Kota Jakarta Timur guna meminta pengamanan aset.
Kemudian, Satgas BLBI mendapatkan dua usulan, yakni pemasangan plang pengamanan dan pengembalian batas bidang-bidang tanah bekas BPPN tersebut.