Sabtu 25 Sep 2021 22:07 WIB

Belum Semua Anak Divaksin, IDI: Jangan Dulu Ada PTM

IDI khawatir PTM timbulkan masalah baru karena belum semua anak divaksin.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati  / Red: Bayu Hermawan
Pembelajaran Tatap Muka (PTM) (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo
Pembelajaran Tatap Muka (PTM) (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 1.509 sekolah di Jakarta akan melakukan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas mulai Senin (27/9), bahkan sejumlah daerah Indonesia lainnya sudah melaksanakan pembelajaran di sekolah. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta PTM jangan dulu dilakukan karena belum semua pelajar sudah divaksin.

Ketua Tim Advokasi Vaksinasi IDI, Iris Rengganis, mengaku khawatir anak-anak yang jadi murid dan kembali masuk sekolah untuk menuntut ilmu mungkin menimbulkan masalah baru.  "Sebetulnya belum semua anak-anak divaksin meski gurunya sudah divaksin. Saya kira sebaiknya jangan dulu ada pembelajaran tatap muka," ujarnya saat berbicara di diskusi Pengurus Besar (PB) IDI mengenai siapa saja yang belum boleh divaksin, Sabtu (25/9).

Baca Juga

Iris melanjutkan, anak-anak yang belum divaksin ini ketika masuk sekolah dan diminta menerapkan protokol kesehatan seperti menjaga jarak namun bisa saja tetap mengobrol. Menurutnya, murid-murid tersebut tidak menutup kemungkinan bisa membuka masker tanpa sengaja maka ini bisa menjadi potensi penularan virus. Jadi, Iris meminta rencana tersebut harus dipikirkan kembali. 

Menurut pakar imunisasi tersebut, PTM jangan dilakukan sekarang. Sebelumnya, data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) per 23 September, sebanyak 2,77 persen dari 47.033 sekolah yang disurvei telah menimbulkan klaster selama pembelajaran tatap muka (PTM) dilakukan.

Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendiknbud Ristek, Jumeri mengatakan, ada empat mispersepsi di masyarakat terkait hal tersebut.

Pertama, data 2,8 persen yang dipublikasikan Kemendikbud Ristek, bukan klaster Covid-19, namun itu merupakan jumlah warga sekolah yang terpapar Covid-19.

"Jadi itu 2,8 persen adalah bukan data klaster pendidikan. Tetapi itu adalah data yang menunjukkan satuan pendidikan yang melaporkan aplikasi kita, lewat laman kita, bahwa di sekolahnya ada warga yang tertular Covid-19," kata Jumeri dalam acara Bincang Pendidikan virtual, Jumat (24/9). 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement