Senin 27 Sep 2021 23:34 WIB

Iran Gagal Patuhi Kesepakatan Pemantauan Nuklir

Iran tak izinkan lembaga pemantau nuklir PBB ke pabrik produksi komponen sentrifugal

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Pria berjalan dengan latar mural bendera Iran. Iran tak izinkan lembaga pemantau nuklir PBB ke pabrik produksi komponen sentrifugal TESA Karaj. Ilustrasi.
Foto: EPA
Pria berjalan dengan latar mural bendera Iran. Iran tak izinkan lembaga pemantau nuklir PBB ke pabrik produksi komponen sentrifugal TESA Karaj. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, WINA -- Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) mengatakan Iran gagal mengizinkan inspektor IAEA untuk melihat peralatan mereka. IAEA menegaskan Iran melanggar kesepakatan yang ditandatangani dua pekan yang lalu.

Dalam pernyataannya Ahad (26/9) kemarin, lembaga pemantau nuklir PBB itu mengatakan mereka diizinkan mengakses sejumlah fasilitas nuklir. Namun Iran gagal memberikan akses ke pabrik produksi komponen sentrifugal TESA Karaj.

Baca Juga

"Dari 20 hingga 22 September Iran mengizinkan inspektor IAEA memeriksa peralatan pemantauan dan pengawasan yang diidentifikasi lembaga dan mengganti rekaman media di semua lokasi yang dibutuhkan di Iran kecuali bengkel pembuatan komponen sentrifugal di kompleks TESA Karaj," kata IAEA dalam pernyataannya seperti dikutip Middle East Eye, Senin (27/9).

Pada Juni lalu pabrik tersebut disabotase. Salah satu dari empat kamera IAEA dihancurkan. Iran tidak memperbaiki 'media penyimpanan data' kamera-kamera itu. Dalam laporannya bulan ini, IAEA mengatakan sudah meminta Iran untuk menjelaskan dan menemukan data yang hilang.

"Direktur Jenderal (IAEA) menekan keputusan Iran tidak mengizinkan lembaga mengakses pabrik pembuatan komponen sentrifugal TESA Karaj bertentangan dengan kesepakatan dalam pernyataan bersama yang dirilis pada 12 September," kata IAEA.

Kesepakatan itu dicapai dalam rapat 35 negara anggota  IAEA. Hal ini membuat negara-negara Barat mendorong resolusi untuk mengkritik Iran sebab kartu memori kamera dapat diganti ketika isinya sudah penuh.

Jika resolusi tersebut diloloskan, maka upaya untuk menggelar perundingan yang lebih luas untuk menegakan kembali kesepakatan nuklir Iran 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) akan terhambat. Sebab Iran biasanya akan memberikan perlawanan apabila ada langkah-langkah semacam itu.

Presiden Iran Ebrahim Raisi yang berhalauan lebih konservatif daripada pendahulunya sudah berjanji kembali ke meja negosiasi JPCOA, tapi tidak dengan 'tekanan' negara-negara Barat.  

Pada Jumat (24/9) lalu Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian mengatakan Iran 'akan segera' kembali menegosiasikan JCPOA. Akan tetapi Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengatakan waktu untuk menyelamatkan kesepakatan itu sudah hampir habis.

"Setiap hari, Iran terus melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kesepakatan, terutama membangun lebih besar lagi timbunan uranium yang diperkaya hingga 20 persen bahkan 60 persen dan mempercepat putaran sentrifugal," katanya.

Pada suatu titik di masa depan, katanya, Iran terus lalu banyak membuat kemajuan dalam program nuklir. "Yang tidak dapat diperbaiki hanya dengan kembali ke ketentuan JCPOA," kata Blinken.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement