REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjelang berakhirnya masa jabatan kepala daerah pada 2022-2023, muncul wacana pengisian penjabat (pj) dari perwira aktif TNI/Polri. Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai wacana ini akan membangkitkan dwifungsi ABRI pada masa orde baru.
"Kita punya trauma sejarah terkait dengan dwifungsi ABRI, mestinya hal-hal yang bisa memicu kecurigaan publik, kekhawatiran publik, harus dihindari oleh pemerintah," ujar Titi saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (29/9).
Dia mengatakan, penunjukan TNI/Polri menjadi pj kepala daerah hanya akan membuka kontak pandora ketakutan masyarakat terhadap dwifungsi ABRI. Tidak ada jaminan pelibatan TNI/Polri dalam pemerintahan berhenti setelah berhasil menduduki jabatan kepala daerah.
Titi pun mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyetop isu ini dengan komitmen tegas tidak melibatkan TNI/Polri sebagai institusi yang netral bisa berkecimpung menjadi pengatur pemerintahan daerah. Jika tidak, isu ini hanya akan menimbulkan ketakutan publik dan kegaduhan di tengah upaya penanganan pandemi Covid-19.
"Kuncinya ada pada presiden. Kalau presiden benar-benar ingin menjaga amanat reformasi dan tidak membuka celah pada dwifungsi TNI/Polri semua pengisian penjabat kepala daerah itu diisi oleh sepenuhnya elemen sipil," kata dia.
Apalagi, kepala daerah yang habis masa jabatannya pada 2022-2023 berjumlah hingga ratusan, baik gubernur, bupati, maupun wali kota. Jangka waktu penugasan pj kepala daerah pun akan cukup lama sampai terpilihnya kepala daerah definitif hasil pilkada serentak 2024.
Menurut Titi, pemerintah pusat seharusnya menyatakan komitmen bahwa pj kepala daerah hanya diisi pejabat kementerian atau lembaga dari kalangan sipil yang memenuhi syarat. Sebab, Titi menduga isu ini tidak sekadar wacana karena sebelumnya terjadi menjelang Pilkada 2018 dengan penunjukan TNI/Polri sebagai pj gubernur.
Sementara, sebanyak 101 kepala daerah akan mengakhiri masa jabatannya pada 2022 dan 107 kepala daerah lainnya habis masa jabatannya pada 2023. Kebutuhan atas banyaknya pj kepala daerah makin membuka celah masuknya TNI/Polri menduduki posisi politik strategis di pemerintahan daerah.
Titi menuturkan, pemerintah sepatutnya berkaca pada kericuhan yang terjadi saat Pilkada 2018 karena penunjukan TNI/Polri aktif menjadi pj kepala daerah tersebut. Sehingga ketidakpercayaan publik kepada pemerintah dapat dihindari demi menjaga soliditas dalam penanggulangan Covid-19 serta persiapan pesta demokrasi Pemilu dan Pilkada serentak 2024. "Karena kan fungsi TNI/Polri itu kan jelas untuk pertahanan dan keamanan," tutur dia.