REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Amnesty International telah melayangkan surat resmi kepada otoritas penyelenggara Liga Primer Inggris, Premier League. Lewat surat tersebut, Amnesty International berharap bisa berdiskusi dengan Premier League terkait isu penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam uji pemilik ataupun direktur klub kontestan Liga Primer Inggris.
Surat Amnesty International itu pun ditujukan secara langsung ke Direktur Eksekutif Premier League Richard Masters. Permintaan lembaga non-pemerintah berskala internasional yang mempromosikan penegakan HAM tersebut tidak terlepas dari pengambilalihan kepemilikan Newcastle United yang dilakukan Public Investment Fund (PIF). Lembaga investasi milik Pemerintah Arab Saudi itu mengakuisisi The Magpies dari pengusaha asal Inggris, Mike Ashley. PIF, yang dipimpin Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi, Mohammed bin Salman, itu akan menguasai 80 persen saham The Magpies.
Pergantian kepemilikan Newcastle United itu pun sudah diresmikan dan dikonfirmasi oleh Premier League, tengah pekan lalu. Sebelumnya, sejumlah pihak, terutama dari berbagai lembaga advokasi HAM internasional, memang menyoroti upaya PIF membeli Newcastle United.
Keterlibatan aktif Pemerintah Arab Saudi di berbagai bidang olahraga dinilai sebagai upaya Pemerintah Arab Saudi untuk memperbaiki citra Arab Saudi, terutama soal berbagai dugaan pelanggaran HAM. Langkah ini kerap disebut sportwashing. Premier League sebenarnya sempat merespons anggapan tersebut. Meski PIF didukung sepenuhnya oleh Pemerintah Arab Saudi, Premier League mengungkapkan telah mendapatkan jaminan soal tidak adanya campur tangan Pemerintah Arab Saudi dalam setiap kebijakan Newcastle.
Apabila pada kemudian hari ada bukti campur tangan Pemerintah Arab Saudi, maka Premier League siap menjatuhkan sanksi buat The Magpies. Namun, pernyataan Premier League ini terbukti belum cukup memuaskan buat semua pihak. Menurut Direktur Eksekutif Direktur Eksekutif Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Britania Raya, Sacha Deshmukh, masih ada keraguan dan pertanyaan yang mengganggu soal peralihan kepemilikan The Magpies tersebut. "Cara Premier League memberikan jalan buat peralihan kepemilikan itu tetap menyisakan pertanyaan yang menganggu, terutama soal sportwashing, tentang penegakan HAM, dan tentang integritas sepak bola Inggris. Bagaimana mungkin, Premier League tidak mengindahkan soal penegakan HAM dalam uji pemilik atau direktur baru di klub,'' tutur Deshmukh seperti dikutip BBC, Rabu (13/10).
Deshmukh menambahkan, pengambialihan kepemilikan Newcastle United oleh PIF itu juga membuat Pemerintah Inggris bergerak cepat untuk melakukan evaluasi soal tata kelola sepak bola Inggris, terutama dalam hal uji pemilik atau direktur baru klub.
"Sepak bola adalah olahraga internasional, yang mendapatkan panggung di arena global. Karena itu, perlu ada pembaruan dalam aturan kepemilikan. Hal ini untuk mencegah mereka yang diduga terlibat pelanggaran HAM bisa begitu saja membeli gairah sepak bola Inggris," kata Desmukh.