Jumat 15 Oct 2021 16:18 WIB

Survei SMRC: Publik tak Setuju Jokowi Jadi Capres pada 2024

Survei SMRC, 62 persen responden tidak setuju Jokowi jadi capres pada 2024.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo menikmati pemandangan di Kawasan Puncak Waringin, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Kamis (14/10/2021). Dalam kunjungan kerjanya Presiden meresmikan penataan Kawasan Puncak Waringin, Kawasan Batu Cermin, dan delapan ruas jalan di Labuan Bajo.
Foto: Antara/Setpres/Agus Suparto
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo menikmati pemandangan di Kawasan Puncak Waringin, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Kamis (14/10/2021). Dalam kunjungan kerjanya Presiden meresmikan penataan Kawasan Puncak Waringin, Kawasan Batu Cermin, dan delapan ruas jalan di Labuan Bajo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis hasil survei sikap publik terkait wacana amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Salah satu isu yang bergulir adalah penambahan masa jabat presiden menjadi tiga periode, agar Joko Widodo atau Jokowi dapat kembali maju di pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

Namun, 48 persen menyatakan tidak setuju jika Jokowi kembali maju sebagai calon presiden di 2024. Sedangkan 14 persen lainnya menjawab sangat tidak setuju jika mantan Gubernur DKI Jakarta maju di Pilpres 2024.

Baca Juga

"Mayoritas warga, 62 persen tidak setuju atau sangat tidak setuju Presiden Joko Widodo kembali menjadi calon presiden untuk ketiga kalinya di pemilihan 2024," ujar DIrektur Eksekutif SMRC, Sirojudin Abbas dalam rilis daring, Jumat (15/10).

Sedangkan, hanya 4 persen masyarakat yang menyatakan sangat setuju jika Jokowi maju sebagai capres di 2024. Ditambah 30 persen responden yang menyatakan setuju.

"Yang tidak setuju jauh lebih banyak dibanding yang setuju atau sangat setuju, 34 persen," ujar Sirojudin.

Selain itu,  87 persen publik menolak jika presiden dipilih oleh MPR. Alasannya, presiden adalah jabatan yang bertanggung jawab ke rakyat, karena ia dipilih langsung oleh rakyat.

"Hanya 10 persen warga yang setuju atau sangat setuju agar presiden dipilih oleh MPR, dan yang tidak tahu 3 persen," ujar Sirojudin.

 

Ia menjelaskan, masyarakat yang menolak presiden kembali dipilih oleh MPR meningkat dari hasil survei yang digelar SMRC pada Mei 2021. Pada bulan tersebut, 85 persen responden menolak presiden dipilih oleh MPR.

SMRC melakukan survei sejak 15 hingga 21 September 2021. Jumlah responden sebanyak 1.220 yang dipilih dengan metode multistage random sampling yang diwawancarai secara tatap muka.

Toleransi kesalahan atau margin of error sebesar 3,19 persen, pada tingkat kepercayaan sebesar 95 persen. Ketua MPR Bambang Soesatyo sebelumnya dijadwalkan hadir dalam diskusi tersebut, tetapi urung hadir hingga rilis survei tersebut dimulai.

Ihwal Pilpres 2024, Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa partainya mengutamakan kaderisasi dalam melahirkan pemimpin. Mekanisme kaderisasi yang dilakukan melahirkan sejumlah pemimpin, seperti Joko Widodo, Puan Maharani, Ganjar Pranowo, dan Tri Rismaharini.

"Itu semua perlu kerja sistemik melalui bangunan organisasi kepartaian. Jadi terkait dengan capres dan cawapres, partai memiliki banyak kader yang mumpuni yang telah dipersiapkan partai," ujar Hasto lewat keterangan tertulisnya, Jumat (15/10).

PDIP, kata Hasto, menegaskan komitmennya untuk terus memerkuat tradisi demokrasi Pancasila yang mengakar pada budaya bangsa. Demokrasi yang mengacu dan mengedepankan gotong rotong dan musyawarah.

"Kepemimpinan yang didukung oleh spirit kolektivitas gotong royong, bukan individual. PDI Perjuangan sendiri telah membangun demokrasi yang semakin matang, agar lahir pemimpin bangsa yang hebat," ujar Hasto.

 

photo
Lima Nama Capres di Tiga Hasil Survei - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement