REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang dakwaan terhadap para tersangka pembunuhan 6 anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek telah digelar kemarin Senin (18/10). Jaksa penuntut umum (JPU) dalam dakwaannya membeberkan berbagai luka di sekujur tubuh enam jenazah Laskar FPI tersebut.
Menanggapi sidang tersebut, anggota kuasa hukum eks Organisasi Masyarakat (Ormas) FPI Aziz Yanuar mengatakan dari dakwaaan itu seharusnya para penegak hukum menyadari bahwa beragam luka di tubuh para korban menjadi bukti nyata adanya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat. Menurutnya, dakwaan yang disampaikan JPU itu membantah pernyataan Komnas HAM yang menyebut bahwa peristiwa itu bukan pelanggaran HAM berat.
"Dari dakwaan itu harusnya para penegak hukum sadar karena itu jadi bukti nyata adanya pelanggaran HAM berat dalam syahidnya 6 syuhada FPI pengawal HRS (Habieb Rizieq Sihab) itu, itu jadi bukti nyata telak tak terbantahkan bahwa tuduhan baku tembak, saling serang, perlawanan kepada petugas didUga bohong dan rekayasa.
Karena faktanya mereka disiksa dan dibunuh dengan keji dengan terencana dan ini masuk pelanggaran HAM berat," kata Aziz melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Selasa (19/10).
Karena dinilai sebagai pelanggaran HAM berat, Aziz mengatakan kasus ini seharusnya bukan pada ranah pidana dan peradilan biasa, melainkan harus pengadilan HAM. Untuk itu, ia meminta semua pihak, termasuk para penegak hukum dan pemerintah, yang disebutnya masih memiliki hati nurani dan takut akan Hari Akhir agar membongkar dan mengungkap dalang di balik kasus pembunuhan 6 Laskar FPI di KM 50 ini.
"Apa motifnya, siapa dalangnya, pelakunya yang terlibat dan juga minta dihukum sesuai keterlibatannya dalam pelanggaran HAM berat dalam kasus KM 50 ini," lanjutnya.
Sebelumnya, JPU menjerat terdakwa pembunuhan Laskar FPI di KM 50 Tol Japek, yakni Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin Ohorello, dengan sangkaan Pasal 338 KUH Pidana, dan Pasal 351 ayat (3) KUH Pidana, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. Keduanya terancam hukuman penjara antara 7 sampai 15 tahun penjara.