REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menanggapi laporan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) DKI Jakarta soal reklamasi, Pemprov DKI Jakarta menekankan selalu transparan dalam isu reklamasi, pasalnya keputusan penghentian reklamasi sudah melalui kajian mendalam bersama peneliti.
"Transparansi selalu kami kedepankan dalam membahas reklamasi. Setidaknya ada 10 kali FGD yang diadakan, di mana LBH juga selalu turut kami undang dan hadir dalam beberapa kesempatan. Hasil FGD memutuskan agar pulau yang sudah terbangun tidak dibongkar kembali karena akan menimbulkan kerusakan lingkungan. Sehingga kami, Pemprov DKI Jakarta kemudian berupaya untuk memanfaatkan dan mengelola pulau yang sudah terbangun untuk kepentingan publik," kata Asisten Pemerintahan Sekda Provinsi DKI Jakarta Sigit Widjatmoko.
Lebih lanjut, Sigit menyampaikan pembangunan 13 pulau reklamasi sendiri saat ini telah dihentikan dan Pemprov DKI Jakarta juga telah memenangkan sebagian besar gugatan dari pihak pengembang.
"Pulau-pulau yang sudah terbangun dikelola untuk kepentingan publik, yang mana 65 persen lahan dikelola oleh Pemprov DKI melalui BUMD. Untuk itu dibuatlah Pergub 58/2018 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Koordinasi Pengelolaan Pantai Utara. Pergub tersebut mengatur tentang pengawasan dan monitoring terhadap perizinan, serta pengelolaan pulau yang sudah terbangun," ucap Sigit.
Keputusan penghentian reklamasi, kata Sigit, dilakukan melalui focus group discussion (FGD) untuk bersama-sama menelaah, meneliti, dan memverifikasi dampak reklamasi secara ilmiah.
Sementara bagi pulau yang belum terbangun, Sigit Menyebut telah dilakukan pencabutan izin karena adanya efek biotechnic gas dan blank zone yang dapat membahayakan lingkungan, serta mencegah terjadinya dampak penurunan muka air tanah di Jakarta pada masa yang akan datang.
"Pemprov DKI Jakarta juga meyakini, LBH Jakarta ingin menghadirkan keadilan, seperti halnya keinginan kami. Untuk itu, Pemprov DKI Jakarta terbuka untuk berkolaborasi secara substantif. Selain itu, tindakan yang belum sesuai standar yang telah disampaikan LBH Jakarta,akan menjadi catatan ke depannya, untuk terus melakukan perbaikan," ujarnya.
Sebelumnya, Pengacara LBH Jakarta, Jeanny Silvia Sari Sirait mengatakan, pencabutan izin reklamasi di Teluk Jakarta yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta di masa kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan hanya gimik belaka.Dia mengatakan Pemprov DKI Jakarta menang di tingkat Mahkamah Agung untuk gugatan Pulau H, namun kalah di gugatan lain seperti Pulau F dan Pulau G.
"Ketidakcermatan Pemprov dalam pencabutan izin tentunya mengancam masa depan penghentian reklamasi dan menjadikan pencabutan izin reklamasi sebagai gimmick belaka," kata Jeanny dalam keterangan tertulisnya, Senin (18/10).
Dalam Pergub Nomor 58 Tahun 2018 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta menjadi indikasi reklamasi masih akan berlanjut.
Yakni dengan pengaturan mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan reklamasi serta penyebutan pengembang reklamasi sebagai perusahaan mitra.Jeanny menyebut saat pencabutan izin 13 pulau reklamasi dilakukan secara tidak cermat dan segera.
"Pemprov DKI Jakarta tidak memperhatikan syarat-syarat yang diperlukan untuk mencabut izin pelaksanaan reklamasi bagi perusahaan-perusahaan," tuturnya.
Selain itu, dia menyebut, Anies tidak mendahului transparansi dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). "Ketiadaan kajian tersebut terlihat kompromistis karena Anies tetap melanjutkan 3 pulau lainnya. Walhasil gelombang gugatan balik dari pengembang pun terjadi," katanya.