REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) menetapkan dua mantan pejabat di PT Askrindo Mitra Utama (AMU), Rabu (27/10), terkait dugaan korupsi di PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) 2016-2020. Dua mantan pejabat tersebut adalah WW dan FB. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Leonard Ebenezer Simanjuntak mengatakan, kedua tersangka pun resmi ditahan.
“Kedua tersangka (WW dan FB) ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, cabang Kejaksaan Agung untuk kepentingan dan kelancaran penyidikan yang dilakukan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus),” ujar Ebenezer, di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejakgung, di Jakarta, Rabu (27/10). Tersangka WW adalah mantan karyawan di PT AMU yang juga pernah menjabat selaku mantan direktur pemasaran PT AMU.
Inisial tersangka WW, mengacu daftar pemeriksaan selama penyidikan di Jampidsus, adalah Wahyu Wisambodo. Sedangkan FB adalah Firman Berahima, yang ditetapkan tersangka selaku mantan karyawan di PT Askrindo dan mantan direktur divisi kepatuhan di PT Askrindo. “Untuk kedua tersangka tersebut, atas nama WW dan FB, ditahan selama 20 hari, mulai hari ini sampai 15 November 2021 mendatang,” ujar Ebenezer.
Ebenezer menerangkan, PT AMU adalah anak perusahaan dari PT Askrindo yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang asuransi perkreditan. Dikatakan, pada kurun 2016-2020, terdapat pengeluaran komisi agen dari PT Askrindo kepada PT AMU yang dilakukan dengan cara tidak sah. Yaitu dengan cara mengalihkan produksi langsung PT Askrindo menjadi seolah-olah PT AMU. “Yang kemudian sebagian di antaranya dikeluarkan kembali kepada oknum PT Askrindo secara tunai,” ujar Ebenezer.
Pengeluaran kembali secara tunai tersebut disamarkan menjadi seolah-olah beban operasional di manajemen PT Askrindo. “Penyamaran menjadi uang operasional tersebut, tanpa didukung oleh bukti-bukti pertanggungjawaban atau tanpa dilengkapi dengan bukti-bukti pertanggungjawaban. Sehingga menimbulkan kerugian negara di PT Askrindo,” ujar Ebenezer. Peran masing-masing tersangka, Ebenezer menerangkan, WW meminta dan menerima bagian dari pembagian komisi yang tak sah tersebut dari PT AMU.
Sedangkan tersangka FB, mengetahui dan menyetujui beban pengeluaran operasional untuk PT AMU tersebut secara tunai. Namun dikeluarkan tanpa melalui permohonan resmi. Dalam penetapan tersangka itu, kata Ebenezer, tim penyidikan di Jampidsus juga menyita sejumlah uang menjadi imbal balik pembiayaan fiktif tersebut. Yaitu, sejumlah Rp 611 juta dan 762,9 ribu dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp 10,3 miliar, serta 32 ribu dolar Singapura atau senilai Rp 336,7 juta.
Terhadap dua tersangka tersebut, Ebenezer menerangkan tim penyidikan di Jampidsus menetapkan WW dan FB dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) 31/1999-20/2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
“Untuk tersangka lain dalam kasus ini, tim penyidikan di Jampidsus akan tetap mendalami adanya dugaan-dugaan keterlibatan oknum-oknum penerima share komisi fiktif, baik di PT Askrindo maupun di anak perusahaannya di PT AMU,” terang Ebenezer.