Jumat 29 Oct 2021 21:51 WIB

OJK Ungkap Penguatan IHSG Berlanjut pada 2022

Tahun depan pasar bursa akan diramaikan perusahaan unicorn bidang teknologi

Rep: novita intan/ Red: Hiru Muhammad
Seorang warga melintas di depan kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Papua dan Papua Barat, Jayapura, Papua, Rabu (27/10/2021). OJK membuka layanan pengaduan konsumen sebagai wadah untuk menampung keluhan konsumen yang mengalami kerugian terkait produk serta jasa pelaku Industri Jasa Keuangan (IJK).
Foto: ANTARA/Indrayadi TH
Seorang warga melintas di depan kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Papua dan Papua Barat, Jayapura, Papua, Rabu (27/10/2021). OJK membuka layanan pengaduan konsumen sebagai wadah untuk menampung keluhan konsumen yang mengalami kerugian terkait produk serta jasa pelaku Industri Jasa Keuangan (IJK).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai saat ini kinerja pasar saham sedang dalam kondisi prima. Hal ini terlihat dari laju indeks harga saham gabungan (IHSG) ke level 6.643 atau melonjak secara year to date (11,2 persen) per 21 Oktober 2021. 

Direktur Pengaturan Pasar Modal OJK Edi Broto Suwarno mengatakan tren pertumbuhan pasar modal nasional masih akan berlanjut pada 2022. Hal ini menyusul meningkatnya korporasi atau UMKM yang memanfaatkan pasar modal sebagai sumber pembiayaan usaha.

“Sektor pasar modal kami melihat tren penguatan IHSG, diperkirakan berlanjut. Sedangkan pemanfaatan pasar modal sebagai sumber pendanaan akan meningkat. Hal ini dipicu oleh kebutuhan korporasi maupun UMKM terhadap sumber-sumber pembiayaan di pasar modal,” ujarnya saat webinar InfobankTalkNews Media Discussion dengan tema ‘Outlook Pasar Modal 2022: Momentum Pemulihan Ekonomi dan Imbas Tapering The Fed’ Jumat (29/10).

Menurutnya pada tahun depan kinerja pasar modal juga akan diramaikan melantainya perusahaan-perusahaan unicorn yang bergerak bidang teknologi. Hal ini dipengaruhi antusiasme masyarakat pada perusahaan teknologi bisa dilihat dari penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO) Bukalapak pada Agustus lalu.“Antusiasime ini tentunya akan berdampak positif pada pasar modal tahun depan,” ucapnya.

Meskipun demikian, Edi juga mengingatkan agar setiap investor memperhatikan tantangan global pada tahun mendatang. Adapun tantangan-tantangan tersebut yakni pemulihan ekonomi global maupun domestik yang diliputi ketidakpastian dan potensi terjadinya gelombang ketiga varian Covid-19.

Selain itu, masih ada risiko kejadian global yang tidak terduga seperti krisis energi maupun kasus Evergrande yang memperlambat perekonomian Tiongkok, serta normalisasi kebijakan moneter atau tapering off Bank Sentral AS, The Fed yang kemungkinan akan dimulai pada 2021.

Sementara itu, Kepala Divisi Riset dan Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Verdi Ikhwan menambahkan proyeksi analis IHSG bisa tembus ke angka 7.000. Dia mengungkapkan, IHSG sempat tembus ke level 6.643 pada 21 Oktober 2021. 

Angka ini, kata dia, sedikit lagi akan mencapai rekor sepanjang sejarah pasar modal Indonesia yakni 6.689 yang dicapai pada Februari 2018 silam."Jadi mudah-mudahan melihat kondisi sekarang, kita, ada analis bisa tembus sampai 7.000," ucapnya.

Menurutnya pada tahun ini tampaknya menjadi tahun perusahaan-perusahaan semakin tertarik untuk melakukan penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO). Bursa Efek Indonesia mencatat sudah ada 38 perusahaan baru yang melantai bursa saham hingga September 2021 dan masih ada beberapa perusahaan yang menargetkan IPO hingga akhir tahun ini.

“Pada 2021 sampai September, sudah ada 38 perusahaan baru yang tercatat di BEI. Pada pipeline masih ada sekitar 21 sampai 27. Kita berharap sampai akhir tahun bisa tembus diatas 50 dan melebihi pencapaian kita pada 2020," ucapnya. 

BEI mencatat jumlah dana pasar modal yang dihimpun pada 2021 juga melonjak cukup tajam jika dibandingkan 2020. Jika tahun lalu dana yang dihimpun sebesar Rp 5 triliun, saat ini dana yang terkumpul dari penawaran saham perdana sudah menembus lebih dari Rp 30 triliun. Hal ini tidak lepas dari aksi korporasi perusahaan besar seperti PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dan IPO perusahaan teknologi seperti Bukalapak.

Lebih jauh, ketertarikan korporasi memanfaatkan pasar modal sebagai sumber pembiayaan juga tidak lepas dari jumlah investor yang bertambah. BEI mencatat jumlah investor di pasar modal Indonesia sudah bertambah sebanyak 6,4 juta pada September 2021. Angka ini meningkat 65,74 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

“Semakin besarnya pasar modal Indonesia diharapkan dapat berdampak baik pada perekonomian, sehingga pemulihan ekonomi bisa berjalan lebih cepat dan efektif,” ucapnya.

Direktur Equator Swarna Investama Hans Kwee mengatakan dampak tapering mungkin tidak akan terlalu besar mengganggu pasar saham di negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurutnya, hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya The Fed sudah sangat transparan, kebijakan ini sudah diantisipasi pelaku pasar dan pembuat kebijakan cukup lama, kondisi ekonomi makro Indonesia lebih baik ketimbang pada 2013 silam.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement