REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) telah menyatakan keprihatinan tentang peningkatan operasi militer di beberapa bagian Myanmar. Salah satunya negara bagian Chin yang dikatakan lebih dari 100 rumah dan gereja telah dihancurkan dalam serangan itu.
"Kami juga sangat prihatin atas intensifikasi operasi militer pasukan keamanan Burma di berbagai bagian negara itu," kata Departemen Luar Negeri AS pada Ahad (31/10).
AS menuduh pasukan keamanan melakukan pelanggaran berat hak asasi manusia. Dikatakan tindakan junta menunjukkan ketidakpedulian rezim terhadap kehidupan dan kesejahteraan rakyat.
Saksi dari kelompok bantuan dan media lokal telah melaporkan pembakaran rumah dan eksodus orang dari kota Thantlang di negara bagian Chin. Seorang anggota milisi anti-junta setempat, Salai, mengatakan tentara menembakkan artileri ke kota itu pada 29 Oktober, memicu kebakaran di beberapa rumah.
Tentara kemudian membakar rumah-rumah. Kondisi ini Salai saksikan karena bisa melihat dari sebuah bukit yang menghadap ke kota. "Kami melihat asap dan kami tahu bahwa beberapa rumah kami terbakar. Tidak ada yang bisa kami lakukan, hanya untuk menyaksikan pembakaran itu," katanya.
Rekaman drone pada hari berikutnya menunjukkan 164 rumah dan dua gereja hancur. Seorang juru bicara junta tidak menanggapi tuduhan itu tetapi tentara menyebut milisi itu teroris yang berniat menghancurkan negara itu.
Sejak kudeta, ribuan orang telah meninggalkan negara bagian Chin ke negara tetangga India. Seorang tetua setempat di Thantlang yang mengelola kamp-kamp pengungsi, mengatakan hanya satu keluarga yang tersisa di kota itu.
"Rumah adalah tempat hati kami berada. Orang-orang di sini khawatir bahwa sisa rumah akan dibakar oleh mereka. Ini adalah kekhawatiran terbesar kami," ujar tetua itu.