Selasa 02 Nov 2021 10:00 WIB

Polres Kotim Tetapkan Pemilik Modal Penambangan Tersangka

DB mempekerjakan enam penambang yang tewas tertimbun longsor di Bukit Santuai.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Kapolres Kotawaringin Timur, AKBP Abdoel Harris Jakin.
Foto: Dok Humas Polri
Kapolres Kotawaringin Timur, AKBP Abdoel Harris Jakin.

REPUBLIKA.CO.ID, SAMPIT -- Polisi menetapkan seorang laki-laki berinisial DB sebagai tersangka insiden tewasnya enam penambang akibat tertimbun longsor di Desa Tumbang Torung, Kecamatan Bukit Santuai, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) pada Kamis (28/10).

"Tersangka DB ini sebagai pemilik, pemodal, penanggung jawab serta yang menyuruh kegiatan pertambangan itu. Selain tidak berizin, dia juga tidak membekali pekerjanya dengan standar keselamatan kerja," kata Kapolres Kotawaringin Timur, AKBP Abdoel Harris Jakin di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Senin (1/11).

Tersangka sudah ditahan di Markas Polres Kotawaringin Timur. Barang bukti dalam insiden itu juga sudah dibawa ke Sampit untuk kepentingan penyidikan. Awalnya DB mempekerjakan 11 penambang untuk menambang emas di lahan miliknya yang diperkirakan memiliki potensi emas.

Dia memberikan upah kepada masing-masing pekerja berkisar Rp 1 juta hingga Rp 2 juta. Sebanyak 11 penambang itu bernama Dibau, Hendrik, Lotek, Epra alias Ipon, Wawa alias Edut, Muhammad Azimi, Ahmadi, Titin, Yogi, Andre, dan Ipey. Mereka bukan warga setempat, tetapi berasal dari sejumlah kecamatan di Kotawaringin Timur, bahkan ada yang didatangkan Kabupaten Murung Raya.

Menurut Jakin, saat kejadian, tersangka DB yang merupakan perangkat desa tidak berada di lokasi penambangan, tetapi di Desa Sungai Ubar, Kecamatan Cempaga Hulu. Hanya para penambang suruhannya yang saat itu bekerja secara tradisional menggunakan mesin pompa air, kemudian menyaring tanah untuk mencari butiran atau serbuk emas.

Ada enam pekerja yang berada di bawah lubang penambangan dengan kedalaman kurang lebih 10 meter, yakni Dibau, Lotek, Epra, Wawa alias Edut, Azimi dan Ahmadi. Akibat hujan deras, tanah menjadi labil hingga terjadi longsor dan menimbun keenam korban hingga meninggal dunia.

"Sebenarnya ada tujuh orang yang tertimbun longsor, tetapi satu orang berhasil diselamatkan, sedangkan enam orang lainnya ditemukan sudah meninggal dunia," ucap Jakin. Dibutuhkan empat jam untuk mengevakuasi para korban di lokasi kejadian. Lokasi kejadian sangat sulit dijangkau karena jauh dari pusat kecamatan dan permukiman.

Lokasi hanya bisa dijangkau melalui jalur sungai menggunakan perahu ces kecil. Jakin menduga, aktivitas penambangan itu merupakan perpindahan dari Kecamatan Cempaga Hulu, karena polanya ada kemiripan. Sebelumnya, Polres Kotawaringin Timur sudah menertibkan penambangan liar di Cempaga Hulu dan kasusnya diproses hukum.

Jakin menegaskan, tersangka dijerat dengan Pasal 158 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dan Pasal 359 KUHPidana. Tersangka terancam hukuman maksimal lima tahun penjara dan denda paling banyak Rp 100 miliar.

"Ini permasalahan yang akan kami tangani lebih serius. Selama ini kami juga serius, hanya saja lokasi ini memang jauh dan hanya bisa diakses menggunakan perahu ces," ujar Jakin.

Sementara itu, tersangka DB mengaku tidak menyangka terjadi insiden yang merenggut enam nyawa pekerja. "Saya tidak terpikir risiko longsor karena tidak tahu pernah ada kejadian seperti itu. Saya menyesal," katanya.

Selama ini, kata dia, aktivitas pertambangan mereka lakukan secara manual dengan mengecek lokasi, menggali dan mendulang. Hasil yang didapat tidak menentu, bahkan pernah tidak mendapatkan hasil. Hasil terbanyak sekitar 10 gram emas.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement