REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fuji Eka Permana, Zahrotul Oktaviani, Adinda Pryanka
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas meyakini pondok pesantren memiliki posisi yang strategis sebagai basis arus baru ekonomi umat. Karena itu, perlu ada upaya untuk mendorong penguatan peran pesantren sebagai institusi pemberdayaan masyarakat.
Menag mencontohkan beberapa inovasi yang yang bisa dilakukan. Diantaranya adalah inovasi sporadis yang dilakukan oleh satu atau beberapa pesantren, tanpa adanya tema tunggal, serta dilaksanakan menurut persepsi masing-masing pesantren.
"Kemudian inovasi yang diprakarsai oleh lembaga non-pemerintah, dan inovasi yang diprakarsai oleh pemerintah," ucap Gus Yaqut dalam acara peluncuran Buku 100 Pesantren Ekonomi, belum lama ini.
Dia menjelaskan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren hadir sebagai landasan hukum yang kuat dan menyeluruh dalam penyelenggaraan pesantren yang dapat memberikan rekognisi terhadap kekhasannya.
"UU Pesantren memberikan akses dan ruang gerak bagi Pesantren untuk dapat bekerjasama, baik antar sesama pesantren maupun dengan lembaga lain, dan diberikan afirmasi dan fasilitasi dalam penyelenggaraan kerja sama tersebut," kata dia.
Terpisah, Tim Ahli Kemenag untuk Program Kemandirian Pesantren, Dr Karunia Dianta Sebayang mengungkap Kementerian Agama (Kemenag) terus berupaya menguatkan kemandirian pesantren. Salah satu caranya, mendorong lembaga pendidikan ini untuk mempercepat proses digitalisasi usaha.
"Revolusi digital telah mendorong disrupsi, ditambah momentum pandemi Covid-19 mempercepat transisi kehidupan masyarakat menjadi serba digital. Karena itu Pesantren harus tanggap menjawab tantangan tersebut dengan meningkatkan keterampilan digital," ujarnya.
Menurut Dianta, kunci pertama agar berhasil dalam membangun usaha adalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang cakap dan responsif terhadap setiap perubahan. SDM yang demikian dinilai mampu membaca setiap peluang dan tantangan yang dihadapi dengan langkah yang tepat.
Ia mengungkapkan, 'Future of jobs Survey 2020' yang dirilis The World Economic Forum terkait strategi adaptasi bisnis yang dilakukan para pelaku usaha dalam menanggapi situasi pandemi covid-19, menunjukkan sebesar 84 persen pelaku usaha melakukan upaya percepatan digitalisasi bisnis sebagai respon atas situasi pandemi.
Artinya, 84 persen pelaku usaha juga merencanakan peningkatan keterampilan dan melatih kembali Sumber Daya Manusia yang dimiliki. Ia pun menggambarkan besarnya pangsa pasar digital yang terbuka untuk diakses, serta trennya yang terus meningkat. Saat ini, di Indonesia ada sekitar 202,6 juta masyarakat pengguna internet atau 73,7 persen dari total populasi.
Di antara itu, 170 juta orang atau 61,8 persen dari total populasi merupakan pengguna aktif media sosial. Sementara, 138,1 juta orang tercatat pernah atau terbiasa membeli barang konsumsi melalui internet.
"Inilah peluang sekaligus tantangan yang kita hadapi. Dengan penguasaan teknologi digital, itu berarti pintu besar menuju pasar yang sangat luas sudah separuh terbuka," ujar Dianta.
Dari segi transaksi usaha e-commerce yang didasarkan menurut wilayah pengiriman barang, tercatat mayoritas penjualan e-commerce terjadi di dalam satu pulau yang sama. Transaksi yang dilakukan antarpulau tidak begitu signifikan.
Konsumen lebih memilih membeli barang yang dikirim dari lokasi terdekat dengan pertimbangan efektifitas waktu dan biaya pengiriman. Fakta ini dinilai memberi sinyal tersendiri bagi pesantren, di mana pesantren memiliki ekosistem khas yang telah terbangun. Masyarakat sekitar yang biasanya terikat dengan pesantren, jaringan alumni yang tersebar, bahkan santri dan wali santri, merupakan pasar yang sangat mungkin dijangkau.
Namun demikian, mengembangkan sumber daya manusia dan transformasi digital saja belum cukup untuk membangun pesantren yang mandiri. Perlu juga didukung oleh manajemen pesantren yang tepat. Bagaimana bisa menyelaraskan pengelolaan bisnis berorientasi keuntungan namun secara langsung tidak menghilangkan karakter pesantren berorientasi sosial.
"Hal ini Selaras dengan visi Menteri Agama yang tertuang dalam Program Kemandirian Pesantren yakni terwujudnya pesantren yang memiliki sumber daya ekonomi yang kuat dan berkelanjutan sehingga dapat menjalankan fungsi Pendidikan, Dakwah, dan Pemberdayaan Masyarakat dengan optimal," lanjutnya.
Hal senada disampaikan Kepala Subdirektorat Pendidikan Pondok Pesantren, Basnang Said. Menurutnya, sudah tidak diragukan lagi jika santri yang belajar di pondok pesantren terbiasa dengan sikap hidup yang mandiri, ulet, dan berdisiplin.
Sikap tersebut merupakan sebagian di antara karakter yang dibutuhkan bagi seorang wiraswasta. Kemandirian pesantren juga harus dimulai dari perubahan pola pikir dan penanaman nilai-nilai wirausaha di dalamnya.
"Santri juga dikenal dengan karakter tangguh, tahan banting, dan sabar. Ini adalah soft skill yang dimiliki kalangan santri, tinggal kita menyiapkan hard skill-nya. Apa itu? Sarana dan kecakapan pengelolaan bisnis yang baik yang bisa diperoleh melalui pelatihan-pelatihan yang intensif," ujar dia.
Ia pun berharap pesantren yang menjadi pelopor program kemandirian pesantren mencurahkan segenap kemampuan yang dimiliki. Pada gilirannya, mereka akan menjadi mentor bagi pesantren lain untuk melakukan hal yang sama dalam membangun kemandirian ekonomi.
Pimpinan Pesantren Cendekia Amanah Depok Jawa Barat, KH Cholil Nafis, menilai pesantren merupakan komunitas sosial yang paling strategis dalam pengembangan ekonominya. Menurutnya, potensi tersebut antara lain terlihat dari jumlah santri yg tinggal dalam satu tempat tentu sebagai masyarakat ekonomi membutuhkan konsumsi.
“Makanya di mana ada pesantren pasti dapat memberi kesejahteraan kepada masyarakat sekitar,” ujar dia dalam Webinar Nasional Hari Santri 2020 yang digelar Cendekia Amanah Institut, di Jakarta, beberapa waktu lalu, dalam keterangannya kepada Republika.co.id belum lama ini.
Begitu juga, menurut Kiai Cholil, santri bisa diajari bertani, berproduksi dan berniaga sehingga dapat memenuhi kebutuhan konsumsinya dan melatih jiwa wirausahanya.
Dirintis
Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian meluncurkan pilot project pengembangan ekonomi dan keuangan syariah berbasis pondok pesantren, belum lama ini. Pondok Pesantren KHAS Kempek di Kabupaten Cirebon dipilih sebagai lokasi pertama proyek.
Proyek tersebut dilakukan dalam rangka peningkatan inklusi keuangan syariah sekaligus pemberdayaan ekonomi di lingkungan pondok pesantren. Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan, pilot project pengembangan ekonomi dan keuangan syariah berbasiskan pondok pesantren akan direplikasikan.
"Setidaknya ke 3.300 pesantren di Indonesia selama periode 2020-2024," ujarnya.
Urgensi pengembangan ekonomi syariah dilandaskan pada data survei OJK pada 2019, di mana tingkat inklusi keuangan syariah di Indonesia baru mencapai sembilan persen. Sementara, tingkat literasi keuangan syariah masih di angka 8,93 persen persen.
Hal tersebut dirasakan belum optimal, mengingat Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia. Tentunya potensi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah juga melimpah. Salah satunya didukung oleh keberadaan 21.921 pondok pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia.
Pilot project pengembangan ekonomi dan keuangan syariah berbasiskan pondok pesantren terdiri dari beberapa kegiatan. Mulai dari edukasi dan literasi keuangan syariah hingga pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Syariah dan pembiayaan syariah lainnya. Proyek ini turut memfasilitasi pembukaan rekening syariah, program tabungan emas clean and gold serta pemberdayaan UMK Pesantren terkait halal value chain.
Pada pilot project, pemerintah juga membentuk Unit Layanan Keuangan Syariah yang terintegrasi di Pondok Pesantren. Unit Layanan ini berfungsi memberi layanan keuangan syariah bagi civitas pondok pesantren dan masyarakat sekitar pondok pesantren yang terdiri atas layanan perbankan syariah, pegadaian syariah, dan fintech syariah.
Iskandar menuturkan, peningkatan Standar Kompetensi Halal melalui pelatihan dan peningkatan kapasitas produk halal pada UMK sekitar pondok pesantren juga menjadi salah satu fokus tujuan kegiatan. "Ini akan berlangsung secara berkesinambungan," ujarnya.
Kegiatan pilot project ini merupakan implementasi dari Strategi Nasional Keuangan Inklusif berdasarkan Perpres Nomor 82 Tahun 2016 yang diwujudkan melalui peningkatan akses masyarakat lintas kelompok termasuk pesantren. Tujuannya, meningkatkan partisipasi seluruh lapisan masyarakat serta memperluas akses masyarakat terhadap layanan keuangan.