Rabu 03 Nov 2021 06:02 WIB

4 Aspek Kesetaraan Gender dalam Tafsir Bahasa Sunda

Kesetaraan gender juga tak luput dalam tafsir-tafsir berbahasa Sunda

Kesetaraan gender juga tak luput dalam tafsir-tafsir berbahasa Sunda. Ilustrasi kitab tafsir
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Kesetaraan gender juga tak luput dalam tafsir-tafsir berbahasa Sunda. Ilustrasi kitab tafsir

Oleh : Prof Syihabuddin Qalyubi, guru besar Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

REPUBLIKA.CO.ID, Tema kesetaraan gender merupakan tema yang menarik untuk ditelisik apalagi kaitannya dengan Tafsir Kitab Suci Alquran.

Ahmad Lutfi, seorang dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon telah mengangkat penilitian disertasinya dengan judul “Kesetaraan  Gender dalam Tafsir Alquran Berbahasa Sunda: Studi atas Pemikiran Moh E Hasim dalam Tafsir Ayat Suci Lenyepaneun”

Baca Juga

Kesetaraan relasi laki-laki dan perempuan dalam Islam ditandai dengan satu pemahaman bahwa keduanya memiliki kedudukan sederajat sebagai makhluk ciptaan Allah.

Meski demikian, di antara kedua jenis kelamin manusia ini terdapat pembeda utama yang terdapat pada faktor biologis yang memiliki sifat kodrati. Hal ini bisa dilihat dalam struktur anatomi biologis laki-laki dan perempuan.

Perbedaan utamanya terletak pada organ vital sistem reproduksi. Perbedaan biologis yang bersifat kodrati ini menjadikan keduanya saling melengkapi. Kondisi dan faktor biologis yang melekat dalam diri masing-masing individu, baik laki-laki maupun perempuan, seringkali berdampak pada aspek sosial yang pada gilirannya membangun identitas gender yang eksklusif. Di antaranya, pandangan yang menempatkan perempuan pada posisi subordinat (Achmad Gunaryo, “Kesetaraan Gender: Antara Cita dan Fakta”).

Relasi antarsesama manusia yang terjadi dalam komunitas masyarakat Sunda memiliki pijakan kuat dengan sikap “silih asih, silih asah, dan silih asuh”. Ujaran lain “ka cai jadi saleuwi ka darat jadi salebak.” 

Ungkapan ini mengandung arti kewajiban untuk saling mengasihi, saling mengajari, dan saling memelihara sehingga menciptakan suasana kehidupan masyarakat yang penuh kedekatan, rukun, damai dan tenteram. Sistem kekerabatan yang dianut dalam suku Sunda memiliki sifat bilateral, garis keturunan diambil dari kedua belah pihak, bapak dan ibu.

Laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam sistem kekerabatan. Namun demikian ada juga yang memandang perempuan sebgai subordinat dari laki-laki seperti tercermin dalam ungkapan awewe dulang tinande (perempuan menerima apa yang diperintahkan laki-laki).  

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement