REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah video pendek berdurasi 15 menit 30 detik diluncurkan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di akun twitter @BPIP RI. Peluncuran video tersebut untuk mengenalkan keragaman kekayaan dan budaya serta persatuan Indonesia lewat batik.
Melalui kisah perjalanan sepasang milenial ke Yogyakarta dan Solo bernama Jihan dan Jericho, diceritakan tentang batik, wastra (kata yang berasal Bahasa Sansekerta, yang berarti sehelai kain) yang memiliki sejuta cerita dan makna. Adegan diawali dengan penayangan gambar keindahan alam Indonesia dan aktivitas seorang pria dan wanita sedang membatik.
Gambar terus bergerak dan kemudian terdengar narasi lembut dari Jihan mengenai Indonesia yang memiliki beragam kekayaan, baik alam maupun budayanya, salah satunya adalah batik. "Batik dikenalkan sebagai buah pikir dan rasa yang menggambarkan suasana di sekelilingnya. Kini batik sudah banyak dikenal orang dan membuat bangga pemakainya. Di tangan-tangan terampil, batik tidak lagi berbentuk lembaran kain. Batik meluas dari pajangan hingga mainan anak," kata Direktur Standardisasi Materi dan Metode Aparatur Negara BPIP Aris Heru Utomo dalam keterangan pers yang diterima Republika, Rabu (3/11).
Di Yogyakarta, Jihan dan Jericho bertemu seniman batik Afif Syakur yang paham sejarah batik Nitik khas Yogyakarta. Afief menjelaskan asal-usul batik Nitik yang telah mendapatkan pengakuan hak kekayaan intelektual berupa sertifikat indikasi geografis. Afief juga menjelaskan etika berbatik dan kekhasan batik di setiap daerah.
Lalu di Solo, Jihan dan Jericho berjumpa pecinta batik bernama Fafa Utami. Dari Utami, keduanya memperoleh pengetahuan bahwa batik bukan hanya soal berbusana, tetapi juga sebagai alat penyembuhan penyakit. Utami menjelaskan mengenai tiga motif batik untuk penyembuhan yaitu udan deres, gringsing dan tambal.
Jihan dan Jericho juga mendapatkan cerita bagaimana Presiden Sukarno terpukau dengan kecintaan seorang Go Tek Swan, seorang Tionghoa di Solo, yang mendalami budaya Jawa. Karena kedekatannya, Presiden Sukarno kemudian meminta Go Tek Swan untuk membuat batik Indonesia di tahun 1955. Seiring perjalanan waktu, Go Tek Swan berhasil melahirkan batik Indonesia sesuai permintaan Sukarno. Go Tek Swan menerjemahkannya sebagai batik persatuan.
"Dari cerita perjalanan Jihan dan Jericho ke Yogyakarta dan Solo tersebut, keinginan BPIP agar mengenalkan keragaman kekayaan budaya dan persatuan Indonesia lewat batik," ujar Aris.
"Tentu saja cerita tentang batik tidak cukup dari Yogyakarta dan Solo saja. Indonesia begitu luas, beragam motif batik tersebar di seluruh penjuru negeri," ujarnya.
"Bicara batik bicara Indonesia. Batik adalah wastra yang bercerita, yang penuh dengan sejuta cerita dan makna tentang Indonesia dan kehidupannya," kata Aris lagi.