Kamis 04 Nov 2021 01:00 WIB

China Optimistis dengan Kesepakatan Iklim

Hubungan China-AS dinilai penting dalam upaya menyukseskan kesepakatan iklim.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Para Pemimpin Dunia berfoto bersama saat resepsi malam untuk menandai hari pembukaan KTT Iklim PBB COP26, di Glasgow, Skotlandia, Senin, 1 November 2021.
Foto: AP/Alberto Pezzali/AP POOL
Para Pemimpin Dunia berfoto bersama saat resepsi malam untuk menandai hari pembukaan KTT Iklim PBB COP26, di Glasgow, Skotlandia, Senin, 1 November 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, GLASGOW -- Negosiator perubahan iklim China mengatakan, kesepakatan dalam pasar karbon di Konferensi Perubahan Iklim PBB atau COP26 memungkinkan, meski ada ketegangan antara Beijing dan Washington. Menurut negosiator, upaya menghasilkan perjanjian Paris merupakan sebuah perjuangan.

"Upaya bersama China-AS menghasilkan Perjanjian Paris itu perjuangan yang sulit, Anda tidak bisa menyerah begitu saja, tapi AS menyerah," kata negosiator perubahan iklim Cina, Xie Zhenhua pada wartawan di Glasgow, Selasa (2/11).

Baca Juga

Beberapa delegasi mengatakan, hubungan China-AS penting untuk progres yang berarti dalam aksi perubahan iklim di pertemuan tersebut. COP26 pertemuan kepala negara pertama sejak mantan Presiden AS Donald Trump yang mengeluarkan AS dari Perjanjian Paris  turun dari jabatannya.

"Lima tahun terbuang percuma, tapi sekarang kami harus bekerja lebih keras dan mengejar ketertinggalan," tambahnya.

Xie berharap negara-negara mencapai kesepakatan mengenai peraturan pasar karbon di Glasgow. Sesuai dengan Pasal Enam Perjanjian Paris.

Pasal 6 Perjanjian Paris mencari peraturan untuk memperkuat integritas pasar karbon dan menciptakan mekanisme penyeimbang karbon global yang baru. Pasar karbon dinilai menjadi kesempatan untuk menurunkan dampak gas rumah kaca dan mendorong pemerintah di dunia berkomitmen pada target-target yang ambisius.

Pasar karbon global dapat menghasilkan investasi besar dalam proyek-proyek mengatasi perubahan iklim. Xie mengkritik negara kaya karena gagal menyalurkan 100 juta dolar AS per tahun dari 2020 untuk membantu negara miskin mengatasi perubahan iklim.

Pekan lalu Presiden COP26 Alok Sharma mengatakan sasaran itu akan dipenuhi pada 2023. Tapi Xie mengatakan sejumlah negosiator mengindikasi hal itu dapat terjadi pada 2022.

Presiden Prancis Emmanuel Macron menekankan pentingnya China dan AS memperbaiki hubungan mereka yang renggang selama pemerintahan Trump. Karena perang dagang dan pelanggaran hak asasi manusia di China.

"Yang terpenting dialog AS-China mengenai ini dan kemampuan AS-China dalam membangun aliansi pada masalah ini," kata Macron pada Senin (2/11) kemarin.

"Bila AS-China dapat memulihkan hubungannya, kami bisa mendapatkan hasilnya," tambah Macron.

Namun masih terdapat tanda-tanda ketegangan antara dua penghasil emisi gas rumah kaca terbesar dunia dapat menahan perundingan. Beijing menolak upaya Washington memisahkan isu perubahan iklim dari isu lain.

Pada Desember lalu Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi memberitahu Utusan Khusus AS untuk Isu Perubahan Iklim John Kerry, masih terdapat 'gurun' yang mengancam 'oasis' kerjasama perubahan iklim.

Satu poin yang disorot Cina adalah sanksi AS terhadap perusahaan Cina termasuk perusahaan perangkat tenaga surya yang memiliki hubungan dengan wilayah Xinjiang. Cina menolak tuduhan pelanggaran hak asasi manusia di wilayah tersebut.

"Anda tidak bisa meminta Cina memotong produksi batu baru di satu sisi sementara di saat yang sama memberlakukan sanksi pada perusahaan fotovoltaik Cina," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Wang Wenbin.

Surat kabar Partai Komunis Cina, the Global Times menulis dalam tajuknya AS seharusnya tidak berharap dapat mempengaruhi Cina dalam isu perubahan iklim. Tapi terus menyerangnya dalam isu hak asasi manusia dan isu lain.

The Global Times menulis sikap Washington terhadap Cina 'membuat Cina tidak mungkin melihat potensi negosiasi yang adil di tengah ketegangan'. Presiden Cina Xi Jinping tidak menghadiri COP26 secara langsung.

Namun ia mengirimkan pernyataan tertulis dalam pembukaan acara tersebut yang menampilkan pidato para kepala negara. Xi tidak menambah janji Cina tapi mendorong negara lain untuk memenuhi janji mereka dan 'memperkuat kerja sama dan sikap saling percaya'.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement