REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ridwan Saidi, Politisi Senior, Sejarawan, dan Budayawan Betawi.
Orang Portugis mulai masuk Jakarta pada tahun 1485 dengan kedatangan Bortolomeuz Diaz. Mereka tidak menguasai Labuhan Kalapa dengan menaklukkan penguasa terdahulu dari Banten, seperti kata dongeng. Padahal, Labuhan Kalapa tidak pernah dikuasai Banten, Portugis, bahkan VOC.
Portugis, yang kaya, sebagai pelaku bisnis joint dengan pelaku bisnis lain yang dari Malabar (Koja), Caucasia, Jepang, Arab, Turki, Melayu.
Misalnya, ada di daerah bilangin wilayah yang dikenal dengan nama 'Tana Nyonya'. Tempat ini lokasinya berada di Kali Lio sampai Pintu Besi. Tanah seluas ini dikuasai seorang Nyonya asal Portugis.
Life time Nyonya sekitar XVI atau XVII M. Ia pebisnis. Nyonya dimakam di Sumur Batu. Nama asli tak diketahui. Ia beragama Katholik. Dan ini membuktikan banyak pebisnis Portugis yang cewe (perempuan).
Nama wilayah dari toko Portogis yang lain:
1. Ada lagi di Pecenongan namanya Isabela. Gang tempat ia pernah tinggal disebut gang Bela.
2. Yang lelaki di Sawah Besar. Namanya Edward. Penduduk sebut Edoar.
3. Ada di Taman Sari. Namanya Linhart. Penduduk sebut Linghar.
Nama-nama ini pernah jadi nama jalan atau gang.
4. Di Kebon Kelapa ada pebisnis nama Brendes. Jadi nama jalan: Brendeslaan. Brendes itu kata bahasa Portugis yang artinya 'Tuan Tanah'.
Jalan Sabang dulu bernama Gang Hola. Dari namanya tak dapat diciri asal kenegeriannya. Pun Laan Triveli, sekarang Tanah Abang III, juga tak dapat diciri Triveli orang mana.
Sepertinya memang tuan tanah menjadi pendatang semua di Betawi. Di Mester ada Lame Laan, kini Jalan Jatinegara Barat. Lame itu kata Betawi. Artinya juga: tuan tanah.
Migran Portugis tidak semua kaya. Malah kebanyakan hidup sederhana di kampung bersama kaum pribumi (lihat gambar, kiri Porto, yang lain pribumi Betawi. Mereka hidup damai meski berbeda asal usul dan agama.
Tom Pires penjelajah Portugis yang berada di Jakarta tahun 1512-16. Dari hasil jelajahnya itu ia menulis buku Suma Oriental yang dilengkapi dengan peta. Tom Pires mentranskrip toponim Jaketra, dari Majakatera atau 'land of power', menjadi Iacatra, baca: Jacatra. Kemudian dalam ucapan menjadi Jakarta.
Sejak ini toponim Jacatra masuk dalam peta navigasi internasional. Jakarta tidak ada urusannya dengan orang yang disebut "pangeran" Jayakarta yang baru muncul 1610 (lihat van der Zee). Dia tak lama di Jakarta karena dia dan teman2nya dibabat oleh orang Betawi.