REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga komoditas telur ayam ras kembali ke level normal sesuai acuan pemerintah setelah sebelumnya sempat dihargai murah. Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat, sejak awal November, harga telur berangsur naik ke level kisaran Rp 24 ribu per kilogram.
"Sebelumnya cukup lama berada di bawah harga acuan," kata Direktur Bahan Pokok Penting, Kemendag, Isy Karim, seperti dikutip dari laporan perkembangan harga kebutuhan pokok Kemendag, Jumat (12/11).
Isy Karim mengatakan, kenaikan harga tersebut disinyalir merupakan dampak dari pelonggaran aktivitas dan mobilitas masyarakat. Itu berdampak pada kenaikan permintaan telur ayam ras kepada peternakan. Pergerakan harga ke depan, diproyeksikan akan stabil.
Adapun, stok telur ayam ras secara nasional saat ini tercatat sebesar 411,03 ribu ton. Ketahanan jumlah pasokan telur setara 0,94 bulan.
Sebagai tindaklanjut untuk menjaga stabilitas harga telur ayam ras hingga di konsumen, pemerintah telah berkoordinasi dengan Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) untuk menjaga harga pakan unggas berada dalam kisaran Rp 7.200 - Rp 7.800 per kg dengan asumsi harga jagung stabil dan tidak tembus Rp 5.000 per kg.
Sementara itu, juga telah dilakukan langkah penyediaan jagung melalui BUMN sebanyak 30 ribu ton guna memenuhi kebutuhan peternak layer. Jagung akan dijual dengan harga Rp 4.500 per kg sesuai acuan pemerintah dengan kadar air 15 persen.
Sementara itu, sebagai langkah stabilisasi harga telur ayam di tingkat peternak yang sempat anjlok, Kementerian Pertanian melakukan penyerapan satu juta butir telur ayam ras dari peternak. Upaya penyerapan langsung telur dari pemerintah merupakan langkah jangka pendek lantaran situasi yang mendesak.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Nasrullah, mengatakan, penyerapan satu juta butir telur setara dengan 62,5 ton. Telur tersebut diserap dari para UMKM yang berada di sentra telur wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Lampung.
Pasokan telur yang diserap Kementan dibeli dengan harga Rp 19 ribu per kg dari berbagai sentra produksi. Adapun hasil penyerapan tersebut bukan untuk dijual, namun diberikan kepada para aparatur sipil Kementan, yayasan, panti asuhan, serta bebagai pihak yang membutuhkan.
"Kita (Kementan) ambil 1 juta butir, ini langkah yang tidak mudah. Yang penting jangan ada masalah terutama masalah keuangan. Sepanjang itu tidak masuk ke 'kantongmu', lakukan yang bisa dilakukan" kata Menteri Pertanian, Syahrul di Kantor Pusat Kementan, Jakarta, Senin (1/11).
Ia pun memastikan, penurunan harga yang terjadi beberapa waktu terakhir murni karena permintaan masyarakat yang turun secara drastis. Pasalnya, tingkat produksi telur saat ini, menurut Syahrul, masih dalam kondisi normal seperti sebelum masa pandemi.
"Perencanaan kita tahun 2021 sebanyak 5,52 juta ton produksi telur, yang dikonsumsi 5,48 juta ton. Memang ada kelebihan, tapi ini normal. Tapi harga turun karena daya beli yang lemah karena Covid-19 sudah dua tahun," kata Syahrul.
Melihat tingkat permintaan telur yang sedang lemah, Syahrul menyampaikan pemerintah tidak berencana untuk mengurangi produksi telur. Pasalnya, langkah pemangkasan untuk produksi telur justru berbahaya bagi situasi pasar dalam negeri.
Karena itu, Kementan menempuh cara lain untuk bisa membantu meningkatkan harga telur milik peternak agar mampu bertahan di situasi pandemi. "Kita akan terus antisipasi dan hitung-hitungan kita tidak boleh salah," ujarnya.