REPUBLIKA.CO.ID, KABUL – Komisi Pentahiran (penyaringan) Imarah Islam di bawah kepemimpinan Taliban melarang penggunaan pengadilan informal dalam jajaran pasukannya, terutama yang dianggap 'pengadilan kanguru' di mana orang diadili dan dihukum karena pembelotan atau dugaan kejahatan lainnya.
Komisi tersebut pada Jumat (12/11) mengadakan pertemuan di majelis rendah parlemen untuk mengkoordinasikan kegiatannya dengan para pemimpin provinsi.
Ketua Komisi, Latifullah Hakimi, memerintahkan pasukan Imarah Islam untuk mencegah pengadilan desersi dan 'operasi sewenang-wenang'.
Dia juga memperingatkan bahwa mereka yang bekerja sama dengan kelompok ISIS tidak akan diberikan kekebalan.
"Jika ada yang curiga bekerja sama dengan ISIS… tidak ada kekebalan bagi mereka," katanya, dilansir di Tolonews, Sabtu (13/11).
Kepala Intelijen Kabul, Fathihullah Madani, mengatakan pihaknya memulai penyelidikan lebih awal untuk mengejar individu yang tidak layak atau mereka yang mengkhianati Imarah Islam. Para pejabat memperingatkan bahwa mereka yang mengganggu orang-orang akan dimintai pertanggungjawaban.
"Unsur-unsur jahat yang ingin ditempatkan di antara pasukan Imarah Islam telah dicegah," kata Wakil Kepala Komisi, Jenderal Shir Mohammad Sharif.
Setelah laporan mengklaim bahwa pasukan yang terkait dengan Imarah Islam berperilaku buruk terhadap orang-orang di berbagai bagian negara, kepemimpinan Taliban saat ini membentuk komisi untuk mengatasi masalah tersebut.
Sementara itu, Pemerintahan Taliban di Afghanistan telah mengumumkan pembentukan pengadilan militer. Kehadiran lembaga tersebut bertujuan menegakkan hukum Islam di sana.
Wakil Juru Bicara Taliban, Enamullah Samangani, mengungkapkan, pengadilan tersebut dibentuk atas perintah pemimpin tertinggi kelompoknya, yakni Hibatullah Akhunzada.
"(Pengadilan difungsikan menegakkan) sistem syariat, keputusan yang bersifat ketuhanan, dan reformasi sosial," ujarnya pada Rabu (10/11), dikutip laman TRT.
Dia mengatakan, Obaidullah Nezami, telah ditunjuk sebagai ketua pengadilan. Sementara Seyed Aghaz dan Zahed Akhundzadeh akan menjadi wakilnya.
Menurut Samangani, pengadilan militer akan memiliki wewenang untuk menafsirkan keputusan Islam, mengeluarkan keputusan yang relevan dengan hukum perdata Islam dan yurisprudensi dalam kasus tingkat tinggi.
Lembaga itu juga bakal menangani pengaduan, tuntutan hukum, dan petisi terhadap pejabat Taliban, termasuk anggota polisi, tentara, dan unit intelijen.
Meski saat ini sistem hukum di Afghanistan masih belum sepenuhnya berfungsi, Taliban mengklaim tingkat kejahatan di negara tersebut telah menurun.
Mereka mengklaim telah menangkap puluhan pencuri dan penculik sejak mengambil alih kekuasaan di Afghanistan pada pertengahan Agustus lalu.