REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Ekonomi Bank Permata Josua Pardede memperkirakan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) akan lebih berdampak kepada masyarakat kelas menengah. Terutama, terkait barang-barang yang mulai dikenakan PPN.
"Bila dilihat jasa pendidikan dan jasa kesehatan, serta bahan pokok kualitas tertentu, biasanya dikenakan pada kelas menengah hingga kelas atas," katanya ketika dihubungi di Jakarta, Senin (15/11).
Kenaikan tarif PPN atas jasa dan barang pokok tersebut bagi masyarakat kelas atas dikatakan cenderung tak berdampak banyak, sejalan dengan persentase konsumsi barang itu yang rendah terhadap pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income).
Adapun dampak kenaikan tarif terhadap masyarakat kelas bawah, utamanya berasal dari PPN bahan pokok yang membuat kenaikan tarif PPN akan menggeser permintaan barang pokok kepada barang yang tak terkena kenaikan tarif PPN. Dengan demikian, lanjut dia, mendorong kenaikan harga dari barang pokok itu akibat efek dari meningkatnya permintaan.
Menurut Josua, implementasi aturan ini memiliki konsekuensi perlambatan pemulihan ekonomi karena peningkatan tarif PPN akan berimplikasi terhadap peningkatan harga barang dan jasa, sehingga berpotensi menghambat pemulihan daya beli masyarakat.
"Oleh sebab itu, pemerintah diharapkan dapat mendorong produktivitas dan efektivitas belanja strategis terutama anggaran program perlindungan sosial bagi masyarakat berpenghasilan rendah,"ungkap dia.
Terdapat beberapa perubahan ketentuan pajak dalam Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), salah satunya terkait kenaikan tarif PPN. Dalam UU HPP, PPN dinaikkan dari 10 persen menjadi 11 persen pada 2022 sebagai upaya mendorong reformasi penerimaan perpajakan PPN.