REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Para ilmuwan membagi kloning dalam dua hal, yakni kepada hewan-tumbuhan dan kepada manusia. Kemudian bagaimana hukum Islam terhadap kloning manusia ini?
KH Ali Mustafa Yaqub dalam buku Fatwa Imam Besar Masjid Istiqlal menjelaskan, Organisasi Konferensi Islam (OKI) pernah menetapkan bahwa kloning pada manusia hukumnya haram. Sedangkan kloning terhadap hewan dan tumbuhan hukumnya diperbolehkan.
Perbedaan hukum kloning berdasar klasifikasinya ini tentu berlandaskan kajian fikih yang mendalam. Sedangkan mengenai keharaman kloning manusia, lembaga Fikih Islam sebagaimana dikutip oleh Kiai Ali menyebutkan, kloning manusia akan menimbulkan ketidakjelasan nasab pada bayi yang dihasilkan.
Padahal dalam Islam, soal nasab ini sangat penting. Banyak peraturan syariat, di antaranya perwalian, pernikahan, hak waris, dan perwakafan yang terkait dengan nasab. Untuk itu, kejelasan nasab menjadi keharusan dalam Islam.
Memang pada dasaranya, Islam tidak menghalangi setiap kreativitas dan inovasi para ilmuwan untuk mengembangkan risetnya. Namun apabila riset itu melewati atau bersinggungan dengan batas-batas syariat yang sudah ditetapkan, maka Islam pun melarangnya. Termasuk pada kloning manusia ini.
Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Innakum tud’auna yaumal-qiyamati bi-asmaaikum wa asmaa-I aabaikum fahassinuu asmaa-akum,”. Yang artinya, “Sesungguhnya kalian akan dipanggil Allah pada hari kiamat dengan nama kalian dan nama bapak kalian. Karenanya, perbaikilah nama kalian,”.