REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Johnny Allen, Slamet mendatangi kantor Komisi Yudusial (KY) di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (17/11). Kehadiran Slamet untuk melaporkan perkara pemecatan kliennya, yaitu Jhonny Allen oleh Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang telah diputus sah di Pengadilan Tinggi (PT) DKI.
Selain KY, Slamet juga melaporkan hal itu ke Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA). Dia menuding hakim yang memutus perkara pemecatan kliennya tidak profesional.
Baca: Dipecat Demokrat, Jhoni Allen Tetap Jadi Anggota DPR
"Bahwa majelis hakim yang memeriksa perkara di tingkat banding yang diajukan Jhonny Allen, hari ini kita laporkan ke Komisi Yudisial dan Badan Pengawas MA karena diduga telah melanggar kewenangan, tidak fair dalam memeriksa dan memutus perkara pada tingkat banding," kata Slamet kepada wartawan di Jakarta, Rabu.
Dia membeberkan perilaku tidak profesional hakim, di antaranya perkara banding yang diajukan Jhonny Allen disidangkan pada 11 November 2021 dengan agenda sidang pertama. Tetapi, ia mendapatkan informasi lain, yaitu dari putusan3.mahkamahagung.go.id bahwa perkara banding yang diajukan kliennya telah diputus pada 18 Oktober 2021.
"Artinya putusan perkara banding yang diajukan oleh Jhonny Allen dan telah diregister dengan Perkara Nomor 547/PDT/2021/PT.DKI telah diputus oleh majelis hakim 24 hari lebih cepat dari jadwal sidang perdana," kata Slamet.
Baca: Demokrat Kubu Cikeas: Jhoni Allen Pantas Dipecat
Selain itu, dalam situs resmi MA, perkara banding yang diajukan Jhonny diregister dengan Nomor Register 547/PDT/2021/PT.DKI pada tanggal 27 September 2021, dan telah diputus pada 18 Oktober 2021.
"Artinya perkara banding yang diajukan Jhonny Allen diperiksa dan diputus oleh majelis hakim pada tingkat banding hanya memakan waktu 25 hari kalender, yang apabila dikurangi hari libur maka hanya 15 hari saja," kata Slamet.
Dia pun mempertanyakan mengapa majelis hakim dalam memeriksa perkara tersebut terkesan buru-buru. Dalam proses pengajuan banding, Slamet melanjutkan, kliennya juga mengajukan permohonan dilakukan pemeriksaan terhadap alat bukti tertulis dan saksi. Hal itu karena pada tingkat pertama di PN Jakarta Pusat tidak dilakukan pemeriksaan terhadap alat bukti dan saksi secara utuh.
Sebelumnya, Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR, Marwan Cik Asan mengatakan, pihaknya sudah secara resmi mengirimkan surat PAW kepada pimpinan DPR. Namun, berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), PAW tidak dapat dilakukan karena adanya gugatan.
"Kalau ada gugatan maka surat itu tidak diteruskan dulu, sampai ada keputusan inkrah. Jadi nanti pengadilan ada kasasi, kalau tidak salah total 90 hari," ujar Marwan.