REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menegaskan tidak ingin terlibat politik praktis terkait rencana Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta membentuk pasukan siber (Cyber Army). "Kita ingin untuk tidak berpolitik praktis, ya, Pilpres masih lama, Pilkada masih lama," kata Riza di Balai Kota Jakarta, Senin (22/11).
Saat ini, kata Riza, saatnya masyarakat untuk berjuang, berkolaborasi, bersinergi membangun bangsa dan negara, khususnya di Jakarta yang masih berjuang menghadapi pandemi Covid-19. "Keberagaman adalah kekuatan, perbedaan adalah kekayaan kita, pastikan Bhineka Tunggal Ika menjadi semboyan kita bersama untuk kita semua rawat bersama," ucap Riza.
Sebelumnya, Ketua Umum MUI DKI Jakarta KH Munahar Muchtar menuturkan pasukan siber atau cyber army diharapkan mampu melawan buzzer yang menyudutkan ulama dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. MUI DKI Jakarta beralasan Anies dianggap sudah bekerja keras demi kepentingan masyarakat Jakarta, tapi hingga kini ada pihak yang menyudutkan dengan menyebar berbagai informasi melalui Internet.
"Beliau ini termasuk 21 orang Pahlawan Dunia. Berita-berita saya minta MUI DKI yang mengangkatnya karena kita mitra kerja dari Pemprov DKI Jakarta," kata Munahar dalam keterangan tertulisnya.
Tim cyber army ini bertugas melawan konten yang menyerang ulama dan Anies. Caranya dengan mengangkat informasi terkait keberhasilan dicapai melalui internet dan media sosial.
"MUI tidak usah takut untuk katakan yang Haq itu Haq. Saya punya prinsip kalau berkaitan dengan Al-Quran dan As-Sunnah tidak ada tawar menawar bagi saya," ujarnya.
Wakil Sekjen PKB Luqman Hakim menilai Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta membentuk tim siber untuk melawan buzzer yang menyerang ulama dan Gubernur DKI Anies Baswedan tak lepas dari hibah Pemprov. Hibah itu bernilai Rp10,6 miliar.
"Mengapa MUI membabi buta menyediakan diri menjadi tunggangan Anies Baswedan? Tentu tidak lepas dari bantuan yang diterima MUI dari APBD Provinsi DKI Jakarta. Sungguh sangat disayangkan hanya karena mendapat bantuan dari APBD, MUI ditempatkan sebagai subordinat kepentingan politik perorangan, yakni Anies Baswedan," kata Luqman kepada wartawan.
"Tak tahukah wahai MUI, bahwa sesungguhnya APBD itu duitnya milik rakyat, bukan milik Gubernur?" sambungnya.
Wakil Ketua Komisi II DPR itu beranggapan cyber army yang dibentuk MUI itu berlebihan. Dia menganggap MUI menjadi tunggangan demi kepentingan politik Anies. "Pembentukan cyber army oleh MUI untuk melindungi Anies Baswedan dan ulama, menurut saya berlebihan, tidak proporsional, dan membuat MUI menjadi kuda tunggangan untuk kepentingan politik Anies Baswedan. Sungguh ini merendahkan harkat dan martabat organisasi MUI itu sendiri," kata Luqman.