REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ratusan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jawa Timur menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Senin (22/11). Aksi yang digelar sebagai bentuk penolakan atad Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 yang ditetapkan sebesar sebesar Rp 1.891.567, hanya naik Rp 22.790 atau sekitar 1,2 persen dari tahun sebelumnya.
Sekretaris FSPMI Jatim, Nuruddin Hidayat, mengatakan, aksi ini merupakan respons kekecewaan buruh terhadap Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa yang menetapkan UMP berdasarkan PP Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan. Karena menggunakan formula itu, kenaikannya hanya 22 ribu atau sebesar 1,2 persen.
"Sejatinya itu bukan kenaikan upah, karena persentase kenaikan upah itu lebih rendah dari inflasi Jatim sebesar 1,9 persen. Maka upah buruh tergerus inflasi. Ini merupakan bentuk kekecewaan kami," kata Nuruddin.
Nuruddin menegaskan, buruh sebenarnya telah mengusulkan kenaikan UMP 2022 sebesar 13 persen. Angka itu diambil berdasarkan perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS). "13 persen itu didapat dari pertumbuhan ekonomi sebesar 7,1 persen YoY, sama prediksi untuk pertumbuhan ekonomi tahun depan sebesar 5 persen," ujarnya.
Apabila kenaikan UMP tetap menggunakan PP Nomor 36 Tahun 2021, lanjut Nuruddin, besar kemungkinan Upah Minimum Kabupaten/ Kota (UMK) juga memakai formula yang sama. Artinya, ada sembilan daerah di ring 1 yang upahnya tahun depan berpotensi tidak naik.
"Jadi kita me-warning gubernur jangan hanya mengggunakan PP 36. Kita punya komitmen politik yang dituangkan dalam berita acara pada saat audiensi di DPRD Provinsi, yang pada intinya gubernur dalam menetapkan upah minimum berkeadilan selain menggunakan PP nomor 36 juga mempertimbangkan kenaikan upah tahun-tahun sebelumnya. Ini diingkari sama gubernur," kata dia.