Selasa 23 Nov 2021 06:14 WIB

Debat Belarusia Vs Uni Eropa Meruncing, Migran Jadi Korban

Belarusia dan Uni Eropa belum mencapai kata sepakat dalam menyelesaikan krisis migran

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
Migran dari Timur Tengah dan tempat lain di depan prajurit Belarusia saat mereka berkumpul di perbatasan Belarusia-Polandia dekat Grodno, Belarus, 14 November 2021.
Foto: AP/Oksana Manchuk/BelTA
Migran dari Timur Tengah dan tempat lain di depan prajurit Belarusia saat mereka berkumpul di perbatasan Belarusia-Polandia dekat Grodno, Belarus, 14 November 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, MINSK -- Presiden Belarusia Alexander Lukashenko menanti jawaban dari Uni Eropa apakah mereka akan menerima 2.000 migran yang berada di perbatasan Belarusia-Polandia. Lukashenko tidak menginginkan konfrontasi dengan Polandia dan meningkatkan ketegangan.

"Kita harus menunjukkan kepada mereka bahwa kita bukan orang barbar, bahwa kita tidak menginginkan konfrontasi. Kami tidak membutuhkannya. Karena kami mengerti bahwa jika kami melangkah terlalu jauh, perang tidak dapat dihindari dan itu akan menjadi bencana. Kami memahami ini dengan sangat baik. Kami tidak ingin ada gejolak apa pun," ujar Lukashenko.

Baca Juga

Lukashenko juga mengatakan dia bersikeras Jerman menerima beberapa migran. Menurutnya Uni Eropa tidak melakukan kontak dengan Minsk mengenai masalah ini.

Pemerintah Eropa telah menuduh Belarusia menciptakan krisis dengan membawa orang-orang dari Timur Tengah ke perbatasan. Eropa menuding Belarusia mengumbar janji manis kepada para migran bahwa mereka dapat menyeberang ke Eropa dengan mudah melalui Polandia, Lithuania, dan Latvia.

Belarusia telah membantah klaim tersebut. Sebaliknya, Belarus mengkritik Uni Eropa karena menutup perbatasannya.

Perdana Menteri Polandia Mateusz Morawiecki pada Ahad (22/11) memperingatkan krisis migran di perbatasan Belarusia merupakan awal dari sesuatu yang jauh lebih buruk. Penjaga perbatasan Polandia mengatakan pasukan Belarusia masih mengangkut migran ke perbatasan. Seorang ilmuwan politik dari Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia, Vladimir Sotnikov, menyebut solusi potensial untuk situasi krisis migran adalah Uni Eropa melakukan kompromi.

"Mungkin, (sebuah) solusi bisa (untuk) Uni Eropa menerima (Alexander) Lukashenko sebagai presiden (Belarusia) yang sah dan kemudian Lukashenko dapat memulai negosiasi dengan UE untuk meredakan krisis dan berkompromi," kata Sotnikov dilansir Aljazirah.

Belarusia pada Kamis (18/11) telah membersihkan tenda utama di perbatasan dan menerbangkan repatriasi atau pemulangan pertama para migran ke Irak. Kelompok-kelompok bantuan mengatakan setidaknya 11 pencari suaka dan pengungsi telah tewas di kedua sisi perbatasan sejak krisis dimulai awal tahun ini. Mereka meyakini jumlah pengungsi yang tewas sebenarnya lebih tinggi.

Kelompok hak asasi manusia mengatakan Polandia telah memperburuk penderitaan dengan mengirim kembali para migran yang mencoba menyeberang. Polandia mengatakan mereka perlu menghentikan gelombang migran yang datang. Sementara Minsk yang didukung oleh Rusia, menuduh pasukan keamanan Polandia melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan, karena memukul mundur orang-orang yang mencoba memasuki Uni Eropa.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement