REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyampaikan, pembukaan aktivitas masyarakat yang tergesa-gesa dan tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dapat menyebabkan terjadinya lonjakan kasus yang sangat tajam. Hal ini terjadi di sejumlah negara di Eropa yang saat ini tengah mengalami kenaikan kasus signifikan.
“Penerapan kebijakan yang kurang tepat dapat memicu resistensi dari masyarakat terhadap perubahan kebijakan yang tiba-tiba dan berpotensi menimbulkan ketidaknyamanan,” ujar Wiku saat konferensi pers, Selasa (23/11).
Karena itu, Wiku mengingatkan agar pemerintah daerah berhati-hati dalam menerapkan kebijakan baru. Meskipun tren kasus di Indonesia saat ini tengah mengalami penurunan, namun terjadinya lonjakan kasus di sejumlah negara lain memunculkan potensi importasi kasus ke Tanah Air.
Dalam paparannya, Wiku menjelaskan jumlah negara yang mengalami lonjakan kasus Covid-19 saat ini lebih banyak jika dibandingkan dengan periode Natal dan tahun baru lalu. Pada pekan ini, empat negara tengah mengalami lonjakan kasus tertingginya yakni Austria, Belanda, Belgia, dan juga Jerman.
Pada awal 2020, keempat negara tersebut mengimplementasikan wajib lockdown dan menggunakan masker. Namun, saat kasus menurun pada Mei, keempat negara tersebut melonggarkan pembatasan sehingga aktivitas kembali normal dan masker tidak menjadi kewajiban. Akibatnya, kenaikan kasus kembali terjadi pada September dan terus meningkat hingga mencapai puncak kasus di akhir 2020.
Di Belgia tercatat mengalami kenaikan kasus paling signifikan karena tidak menerapkan pembatasan aktivitas dan wajib masker saat awal kasus mulai naik. Lonjakan kasus ini menyebabkan keempat negara kembali memberlakukan lockdown dan wajib masker.
Setelah kasus mulai menurun pada 2021, perlahan empat negara ini melonggarkan pembatasan aktivitas dan kewajiban masker tidak lagi seketat awal. Kebijakan ini bertahan sekitar 8 bulan dan kasus kembali melonjak tajam hingga lebih dari 180 kali lipat.
“Saat ini Austria, Belanda, dan Jerman kembali memberlakukan lockdown dan penggunaan masker wajib. Hanya Belgia yang tetap tidak melakukan lockdown namun menerapkan penggunaan masker ketat,” jelas Wiku.
Ia menjelaskan, keputusan kebijakan ini tak mudah dilakukan karena masyarakatnya menentang diberlakukannya lockdown hingga melakukan aksi massa. Meskipun lonjakan kasus yang terjadi di empat negara ini cukup tajam, namun kondisi ini tak menyebabkan lonjakan pasien ICU dan juga kematian.
Hal ini disebabkan karena cakupan vaksinasi dosis lengkap di empat negara ini sudah cukup tinggi.
“Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa vaksin tetap tidak bisa mencegah naiknya kasus jika tidak dibarengi dengan penerapan disiplin protokol kesehatan,” tambah dia.