Rabu 24 Nov 2021 21:24 WIB

Vaksin Dua Dosis Dinilai tak Lagi Relevan, Ini Respons Wiku

Pemerintah masih menunggu hasil penelitian tingkat kekebalan komunitas.

Juru Bicara Pemerintah untuk  Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito mengatakan, vaksinasi di Indonesia tetap berjalan sesuai urutan prioritas suntikan pertama dan kedua sebagai dosis lengkap bagi masyarakat sasaran. Hal ini merespons penelitian epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman yang menyebut vaksinasi lengkap dua dosis suntikan sudah tidak relevan menangkal penularan Covid-19.

"Vaksinasi dijalankan sesuai dengan urutan prioritas, dosis pertama, dosis kedua dan kelompok rentan, termasuk lansia dan anak-anak di bawah umur 12 tahun," kata Wiku dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (24/11).

Baca Juga

Wiku mengatakan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri serta didukung peneliti dari perguruan tinggi di Indonesia yang masih melakukan penelitian terhadap tingkat kekebalan komunitas berdasarkan perlindungan vaksin maupun imun tubuh alami. Penelitian tersebut ditargetkan rampung paling lambat pekan ke empat Desember 2021.

"Saat ini survei antibodi SARS-CoV-2 masih terus bergulir dijalankan di 34 provinsi di Indonesia yang mencakup sekitar 1.000 desa dan wilayah aglomerasi," katanya.

Hasil penelitian tersebut diharapkan dapat memberikan informasi seberapa besar kekebalan komunitas yang telah terbentuk di Indonesia karena pengaruh infeksi alamiah dan vaksinasi. "Hasil tersebut dapat menjadi dasar pengambilan kebijakan yang berbasis data," katanya.

Sebelumnya, epidemiolog Dicky Budiman dalam diskusi daring, Senin (22/11) mengemukakan, vaksinasi Covid-19 dosis lengkap dengan dua kali suntikan sudah tidak relevan. Sebab, sistem imunitas yang menurun dalam kurun waktu enam bulan setelah disuntikkan dua dosis vaksin.

"Bicara konteks sekarang dengan varian baru, menurunnya imunitas, yang disebut vaksinasi penduduk itu bukan dua kali suntik, harus tiga kali suntik. Jadi definisi vaksinasi penuh itu bukan dua kali suntik, itu sudah tidak relevan dengan riset saat ini," katanya.

 

 

Pada Selasa (23/11), Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan sudah ada 11 vaksin Covid-19 yang telah mendapatkan izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sebelas vaksin ini bisa menjadi opsi dalam pelaksanaan vaksinasi dosis ketiga atau booster pada 2022.

Diketahui, sebelas vaksin Covid-19 itu di antaranya adalah Sinovac, Vaksin Covid-19 PT Bio Farma, AstraZeneca, Sinopharm, Moderna, Pfizer, Sputnik V, Zifivax, Janssen, Convidecia dan Covovax.

"Ada 11 jenis vaksin dan vaksin Merah Putih akan menjadi alternatif baik pada vaksinasi untuk program pemerintah ataupun vaksinasi untuk program berbayar atau mekanisme lainnya," kata Nadia dalam diskusi secara daring.

Nantinya, lanjut Nadia, kelompok pertama yang akan menerima booster pada 2022 adalah para lansia diikuti peserta penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan. Untuk pelaksanaan vaksinasi dosis ketiga untuk kelompok masyarakat di luar dua kategori tersebut masih dalam pertimbangan dan menunggu rekomendasi penelitian global dan anjuran Badan Kesehatan Dunia (WHO).

"Kita tahu sebenarnya pemberian vaksinasi booster ini yang sudah keluar rekomendasinya itu hanya kepada tenaga kesehatan kemudian kepada lansia dan kepada usia di atas 18 tahun yang dengan penyakit imunitas," tutur Nadia.

Nadia menekankan, booster dilakukan dengan penuh pertimbangan, hal ini lantaran masih banyak negara yang belum mendapatkan vaksin Covid-19. Selain itu, Indonesia juga merupakan negara yang menyuarakan kesetaraan akses vaksin di seluruh dunia.

"Ini beberapa pertimbangan kami apakah nanti atau bagaimanakah nanti rekomendasi WHO terhadap pemberian booster," ucap dia.

 

photo
Infografis Efek Samping Booster Covid-19 - (republika.co.id)

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement