REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Pemerintah Indonesia bersama Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO) mengajak masyarakat untuk berhati-hati dalam menggunakan antimikroba untuk mencegah resistensi antimikroba (AMR) yang disebabkan oleh penggunaan yang tidak tepat.
Antimikroba meliputi antibakteri atau antibiotik, antivirus, antijamur yang merupakan obat untuk mencegah dan mengobati infeksi mikroorganisme patogen pada manusia, hewan, dan tumbuhan. "Sekitar 700 ribu kematian manusia setiap tahun memiliki keterkaitan dengan AMR. AMR disebut sebagai 'pandemi tersembunyi' yang berdampak pada kesehatan hewan dan manusia," ujar Kepala Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor Leste Rajendra Aryal saat acara puncak Pekan Kesadaran Antimikroba Sedunia 2021 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Rabu (24/11).
Ia mengatakan, AMR tengah meningkat pada level yang mengkhawatirkan di berbagai belahan dunia. Kondisi itu mengancam kemampuan manusia untuk dapat mengobati penyakit menular umum seperti pneumonia dan tuberculosis.
Demikian pula dengan penyakit infeksi pada hewan, khususnya ternak yang menjadi semakin sulit atau bahkan tidak mungkin untuk diobati, ketika antibiotik menjadi kurang efektif. Pada sektor pertanian, hal ini menyebabkan kerugian dalam proses produksi, berdampak pada mata pencaharian dan mengancam ketahanan pangan.
"Selain itu AMR dapat menyebar di antara inang dan lingkungan yang berbeda dan mikroorganisme yang resisten terhadap antimikroba dapat mencemari rantai makanan," kata Rajendra.