Kamis 25 Nov 2021 12:14 WIB

Pemerkosaan Siswa SD di Malang, Kemen PPPA: Sangat Keji!

Pelaku dapat dijerat dengan dua pasal yaitu pasal tindak kekerasan dan pemerkosaan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Tersangka pelaku penganiayaan siswa. (Ilustrasi)
Foto: Republika/Yasin Habibi
Tersangka pelaku penganiayaan siswa. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengecam keras kasus pemerkosaan dan penganiayaan terhadap seorang siswi SD di Kota Malang. Kemen PPPA meminta, aparat mengusut tuntas, menegakkan hukuman, serta memberikan sanksi sesuai dengan UU yang berlaku.

“Kasus pemerkosaan dan penganiayaan yang terjadi sangat keji. Korban yang masih berusia 13 tahun diperkosa saat pulang dari sekolah dan kemudian dianiaya oleh delapan orang termasuk oleh satu orang pelaku pemerkosaan,” kata Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar dalam keterangan pers, Kamis (25/11).

Nahar menegaskan, kasus tersebut harus diusut tuntas dengan menerapkan UU No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pelaku dapat dijerat dengan dua pasal sekaligus, yaitu pasal 80 atas tindak kekerasan dan pasal 81 atas tindak pemerkosaan kepada korban. 

"Kami mengapresiasi Polresta Malang yang cepat menangkap para terduga pelaku dan telah dinyatakan sebagai tersangka," ujar Nahar.

Hasil penggalian informasi atas kejadian tersebut, para pelaku ternyata masih berusia anak. Bahkan, satu pelaku pemerkosaan, diketahui masih berusia anak namun sudah memiliki isteri. Atas temuan ini, Kemen PPPA akan memastikan agar proses hukum para terduga pelaku anak sesuai dengan UU Sistem Peradilan Pidana Anak No. 11 Tahun 2012.   

Baca juga : Ini Peran Tujuh Tersangka Pemerkosaan Anak Panti Malang

“Kami telah berkoordinasi dengan Bareskrim, Pemprova Jatim, Pemkot Malang dan Lembaga Pendamping Anak untuk mengambil langkah-langkah penanganan dan melakukan pendampingan terhadap korban. Saat ini, korban ditempatkan di Rumah Aman di Batu untuk mendapatkan pemulihan psikis,” ucap Nahar. 

Nahar mengemukakan, korban dalam dua tahun terakhir ini tinggal di salah satu Pondok Pesantren dan Panti Asuhan Yatim dan Dhuafa yang dititipkan oleh ibu kandungnya. Korban merupakan anak tunggal dari ibu yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan tinggal di Sidoarjo.

"Lembaga-lembaga yang merawat dan mengasuh anak baik milik pemerintah dan masyarakat dapat melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar, termasuk memastikan anak-anak yang bersekolah di luar lembaga tempat tinggalnya terhindar dari ancaman tindak kejahatan dan risiko buruk lainnya," imbau Nahar.

Diketahui, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri memberikan atensi khusus terhadap kasus kekerasan seksual dan persekusi terhadap seorang anak berinisial HN di sebuah panti asuhan di Malang, Jawa Timur. Polri menerima surat dari Menteri Sosial dan memerintahkan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Bareskrim Polri untuk memberikan asistensi kepada Polresta Malang. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement