REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Risiko penyebaran Covid-19 gelombang ketiga (third wave) atau the next wave yang mengancam kembali kehidupan, kesehatan, dan ekonomi tahun 2022 menjadi salah satu tantangan besar yang harus diperhatikan pemerintah. Anggota Komisi VI DPR, Edhie Baskoro Yudhoyono memaparkan pandangannya terkait 'Pengendalian Pandemi demi Pemulihan Ekonomi Indonesia' di acara Himpunan Pengusaha Nahdliyin (HPN) Jawa Timur Business Forum, pada Sabtu (27/11).
Dalam seminar yang diselenggarakan di Universitas Islam Malang (Unisma) yang mengangkat topik 'Recovery Ekonomi Pasca Pandemi', Ibas hadir secara virtual karena sedang menemani sang ayah, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), di Amerika Serikat untuk pengobatan kanker prostat. Ibas menyampaikan, terdapat beberapa tantangan yang mengadang dalam upaya mengendalikan pandemi Covid-19.
Pertama, dia mengingatkan risiko terjadinya penyebaran gelombang ketiga yang akan mengancam kembali kehidupan dan ekonomi Indonesia pada 2022. “Kita lihat negara di Eropa hari ini tengah alami badai tersebut. Sehingga jika kebijakan kita tidak antisipatif dan adaptif dengan cepat dan tepat, maka kurva penyebaran Covid-19 yang boleh dikatakan bisa ditekan saat ini, bisa kembali naik secara drastis,” ucapnya dalam siaran di Jakarta, Ahad (28/11).
Selain itu, munculnya varian baru Covid-19 yang berasal dari Afrika Selatan, yaitu Omicron, juga sudah menjadi perhatian besar dunia. Beberapa negara, sambung dia, bahkan sudah menutup pintu kedatangan bagi para pendatang dari Afrika atau negara yang telah terinveksi varian tersebut.
Kedua, faktor libur akhir tahun yang semakin dekat dapat kembali menimbulkan keramaian besar bagi masyarakat yang ingin berlibur atau berwisata. Apalagi jumlah perjalanan dan kunjungan daerah wisata bisa menjadi risiko penyebaran kembali Covid-19, jika tidak ditangani secara serius.
“Kemudian, keterlambatan distribusi vaksin tahap satu dan dua pun bisa menghambat pembentukan herd immunity serta kembali pulihnya kegiatan ekonomi Indonesia," ujar Ketua Fraksi Demokrat DPR tersebut.
Ketiga, menurut Ibas, keterbatasan anggaran pemerintah berakibat pada kurang idealnya kebijakan pengendalian pandemi yang diterapkan, sehingga krisis tidak dapat segera diselesaikan. “Apalagi terkesan negara tetap dual track dalam pembangunan infrastruktur dan program pemulihan ekonomi nasional, mengingat anggaran cukup terbatas," ucapnya.