Senin 29 Nov 2021 09:12 WIB

Pemerintah Topang Kebutuhan Energi Lewat Energi Bersih

Energi bersih menjadi komitmen pemerintah dalam topang ekonomi

Rep: Intan Pratiwi / Red: Nashih Nashrullah
Energi bersih menjadi komitmen pemerintah dalam topang ekonomi. Ilustrasi energi
Foto: Dok Pertamina
Energi bersih menjadi komitmen pemerintah dalam topang ekonomi. Ilustrasi energi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Konsumsi energi dari sumber energi baru dan terbarukan (EBT) diperkirakan akan terus melonjak dalam beberapa dekade ke depan. 

Proyeksi tersebut membuka ruang bagi Pemerintah Indonesia dalam mengembangkan EBT sebagai prioritas utama guna meningkatkan ketahanan energi nasional jangka panjang. 

Baca Juga

Upaya ini selaras dengan komitmen dunia dalam menekan laju pertumbuhan emisi gas rumah kaca. 

"Untuk menekan laju emisi, Pemerintah telah menyusun Peta Jalan transisi energi menuju NZE, dengan strategi antara lain pengembangan utama EBT secara masif, mendorong penggunaan kendaraan listrik, dan pengembangan interkoneksi transmisi, dan smart grid," kata Menteri ESDM, Arifin Tasrif, Senin (29/11). 

Hal senada juga disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. Dia menyampaikan pentingnya menjaga pertumbuhan ekonomi berbasis pembangunan rendah karbon.

"Pertumbuhan ekonomi perlu dijaga dan hal ini menjadi momentum untuk melakukan transisi ekonomi hijau dengan memprioritaskan pembangunan rendah karbon yang inklusif dan berkeadilan," ungkapnya. 

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN), Djoko Siswanto, menguraikan adanya penguatan indeks ketahanan energi nasional dari tahu ke tahun. 

Saat ini, indeks ketahanan energi nasional berada di angka 6,57 atau masuk kondisi tahan (6 s/d 7,99). "Mengapa kita belum mencapai kategori sangat tahan? Sebab dua aspek ini yaitu accessibility dan acceptability masih sangat kurang, meskipun pemerintah terus berupaya membangun infrastruktur gas, juga BBM melalui program BBM satu harga, kita membangun SPBU kecil di daerah 3T. Sedangkan untuk aspek acceptability ini terkait dengan lingkungan," kata Djoko. 

Terkait aspek acceptability, Djoko menyampaikan pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia pada 2020 baru 11,2 persen. 

Namun angka ini sudah cukup meningkat dibandingkan 2015 yang sebesar 4 persen. "Kita menuju 23 persen di 2025. Artinya kalau kita melakukan business as usual, mudah-mudahan ini bisa tercapai, dan di 2050 31 persen, kemudian pada 2060 di mana kita punya target net zero emission, mudah-mudahan EBT sudah di atas 50 persen," harapnya. 

Pengukuran ketahanan energi sendiri menggunakan aspek 4A (availability, affordability, accessibility, dan acceptability) dan metode pembobotan menggunakan AHP (analisa hierarchy process). 

Aspek availability adalah ketersediaan sumber energi dan energi baik dari domestik maupun luar negeri.

Selanjutnya aspek affordability yaitu keterjangkauan biaya investasi energi, mulai dari biaya eksplorasi, produksi dan distribusi, hingga keterjangkauan konsumen terhadap harga energi. 

Kemudian aspek accesibility adalah kemampuan untuk mengakses sumber energi, infrastruktur jaringan energi, termasuk tantangan geografik dan geopolitik. Sedangkan aspek acceptability adalah penggunaan energi yang peduli lingkungan (darat, laut dan udara) termasuk penerimaan masyarakat. 

Dukungan transisi energi sendiri, sambung Djoko, secara umum dapat dilakukan melalui regulasi harga gas sebesar USD 6/MMBTU, Rancangan Undang-Undang EBT dan Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) Harga EBT. 

Tak hanya itu, terdapat beberapa dukungan lain dari pemerintah, seperti penyusunan Rancangan Perpres Cadangan Penyangga Energi, zero flaring gas, Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, serta Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap. 

Di sisi lain, rektor ITB Reini Wirahadikusumah menjelaskan Indonesia telah berkomitmen untuk NZE pada tahun 2060 atau lebih cepat lagi, salah satunya dengan pengembangan pengetahuan mengenai CCS dan CCUS yang dapat berkontribusi dalam tujuan pencapaian NZE tersebut.  

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement