REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Jepang berencana menutup perbatasannya dari semua pelancong dan warga asing. Hal itu dipengaruhi penemuan Covid-19 varian Omicron yang telah menyebar ke sejumlah negara.
Menurut seorang sumber yang diwawancara Reuters pada Senin (29/11), pelajar asing, pekerja magang asing, dan mereka yang ingin masuk ke Jepang untuk keperluan bisnis, turut tercakup dalam larangan. Namun warga Jepang yang tengah berada di luar negeri dan ingin pulang, diizinkan masuk.
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida disebut akan mengumumkan penerapan larangan masuk tersebut pada Senin sore waktu setempat. Jika terealisasi, Jepang akan menjadi negara ketiga setelah Israel dan Maroko yang mengambil kebijakan demikian.
Pada 19 November lalu, Fumio Kishida telah mengumumkan paket stimulus senilai 56 triliun yen atau setara Rp6.971 triliun (dengan kurs Rp124,49 per yen). Dana itu bakal dimanfaatkan untuk menyokong proses pemulihan akibat pandemi yang belum merata di negara tersebut.
Kishida mengatakan, stimulus tersebut cukup untuk memberikan rasa aman dan harapan kepada rakyat Jepang. “Kami telah mampu membangun langkah-langkah ekonomi yang akan membuka masyarakat baru setelah pandemi,” ujar Kishida pada pembicaraan kebijakan antara kabinet dan koalisi yang berkuasa.
Stimulus senilai 56 triliun yen itu nantinya akan dialokasikan untuk beberapa keperluan. Salah satunya pemberian uang tunai dan kupon kepada keluarga dengan anak berusia di bawah 18 tahun yang memenuhi batas pendapatan. Selain itu, dana akan turut digunakan untuk menaikkan gaji perawat dan tenaga kesehatan.
Jepang sudah memiliki beban utang publik yang sangat besar. Menurut Dana Moneter Internasional (IMF), jumlahnya telah mencapai 250 persen dari produk domestik bruto. Sebelum Kishida, dua mantan perdana menteri Jepang terakhir, yakni Shinzo Abe dan Yoshihide Suga telah mengucurkan dana masing-masing senilai 38 triliun yen dan 40 triliun yen untuk perekonomian pada 2020. Sejumlah analis dan media meragukan keefektifan pengeluaran tersebut.