Selasa 30 Nov 2021 15:54 WIB

Omicron Muncul karena Rendahnya Capaian Vaksinasi

Produsen vaksin mulai memodifikasi vaksin Covid-19 hadapi varian Omicron.

Warga Zimbabwe berjalan di bawah papan yang mengajak masyarakat mau divaksinasi Covid-19 di Harare, Zimbabwe, Ahad (28/11). Zimbabwe merupakan salah satu negara di Afrika bagian selatan yang terkena larangan masuk ke negara lain akibat B.1.1.529 atau varian Covid-19 Omicron.
Foto: EPA-EFE/AARON UFUMELI
Warga Zimbabwe berjalan di bawah papan yang mengajak masyarakat mau divaksinasi Covid-19 di Harare, Zimbabwe, Ahad (28/11). Zimbabwe merupakan salah satu negara di Afrika bagian selatan yang terkena larangan masuk ke negara lain akibat B.1.1.529 atau varian Covid-19 Omicron.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Kamran Dikarma, Idealisa Masyrafina, Rizky Jaramaya

Varian baru Omicron diperkirakan bisa muncul karena rendahnya tingkat vaksinasi Covid-19 di negara-negara Afrika. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dalam pertemuan Senin (29/11) mengisyaratkan dugaan tersebut.

Baca Juga

“Orang-orang Afrika tidak dapat disalahkan atas rendahnya tingkat vaksinasi yang tersedia di Afrika, dan mereka tidak boleh dihukum karena mengidentifikasi serta berbagi informasi ilmu pengetahuan dan kesehatan yang penting dengan dunia,” kata Guterres, dikutip dari laman All Africa, Selasa (30/11). Pernyataan Guterres muncul akibat kekhawatirannya terhadap larangan penerbangan dari negara-negara Afrika ke berbagai negara dunia.  

Dilansir dari BBC, tercatat baru sekitar 41 persen orang dewasa di Afrika Selatan (Afsel) yang telah menerima satu dosis vaksin dengan 35 persen orang dewasa divaksinasi penuh. Tingkat vaksinasi harian Afsel telah menurun dan saat ini di bawah Inggris, Uni Eropa dan negara-negara lain.

Afrika Selatan telah menghadapi tantangan dengan lebih sedikit orang yang datang untuk vaksinasi dan melakukan kurang dari 150 ribu vaksinasi sehari dari target 300 ribu. Baru-baru ini negara itu meminta Pfizer untuk menunda pengiriman vaksin karena jumlah stok yang menumpuk.

"Kami khawatir bahwa wabah ini sebagian besar di antara kaum muda, jadi ini adalah risiko yang sangat tinggi," kata Menteri Kesehatan Joseph Phaahla. Sekitar 26 persen dari mereka yang berusia 18 hingga 35 tahun sudah divaksinasi satu dosis dan baru 21 persen yang divaksinasi lengkap.

Departemen Kesehatan di Afrika Selatan percaya bahwa kesalahan informasi vaksin telah memainkan peran. Beberapa tema anti-vaksinasi yang terlihat di tempat lain di dunia telah menemukan resonansi tertentu di Afrika Selatan.

Guterres menyarankan, peningkatan metode pengujian terhadap pelaku perjalanan luar negeri ketimbang pelarangan bagi negara-negara Afrika bagian selatan. Ia mengimbau negara-negara mempertimbangkan pengujian Covid-19 berulang kepada para pelancong atau wisatawan asing dibarengi dengan langkah-langkah tepat serta efektif lainnya. Guterres mengatakan penting mengambil semua tindakan yang memungkinan perjalanan dan keterlibatan ekonomi.

Sebelumnya Namibia menyesalkan keputusan sejumlah negara menerapkan larangan perjalanan terhadapnya dan negara-negara Afrika bagian selatan lainnya menyusul penemuan varian Omicron. Namibia menilai, langkah itu tak dapat diterima serta diskriminatif.

“Kementerian Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pariwisata menyesalkan keputusan Inggris menempatkan Namibia dan negara-negara saudara lainnya dari wilayah SADC (Southern African Development Community) dalam daftar merah karena terdeteksinya varian Covid-19 Omicron di Botswana dan Afrika Selatan," kata Kementerian Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pariwisata Namibia, kemarin, dikutip dari Xinhua News Agency.

Namibia pun menyampaikan ketidakpuasannya atas keputusan larangan perjalanan yang turut diambil sejumlah negara Uni Eropa, termasuk di Asia. "Larangan perjalanan dan pembatasan yang diberlakukan pada negara-negara dari wilayah SADC tidak memiliki dasar ilmiah serta tidak dapat diterima, diskriminatif, dan bertentangan dengan pedoman dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)," kata Kementerian Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pariwisata Namibia.

Ia menegaskan, larangan perjalanan merupakan pukulan telak bagi industri pariwisata negara-negara SADC. Sebab banyak masyarakat yang menggantungkan kehidupan dan mata pencahariannya di sektor tersebut.

WHO memang telah meminta negara-negara dunia mengkaji ulang penerapan larangan perjalanan dari negara-negara Afrika bagian selatan. WHO mengimbau agar keputusan terkait dengan penanganan pandemi didasarkan pada sains dan peraturan kesehatan internasional. “Karena semakin banyak negara memberlakukan larangan penerbangan terhadap negara-negara Afrika selatan karena kekhawatiran atas varian baru (Covid-19) Omicron, WHO mendesak negara-negara untuk mengikuti sains dan peraturan kesehatan internasional guna menghindari penggunaan pembatasan perjalanan,” kata WHO dalam sebuah pernyataan pada Ahad (28/11).

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement